MAKALAH
ASURANSI
SYARI’AH
“LANDASAN TEORI ASURANSI SYARI’AH”
DISUSUN OLEH :
ASMI SHAUTA QOLBI
DOSEN PENGAMPU :
ZAKI MUBAROK, MSI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
Jln. Jeruk No 9 Slawi Tegal
TAHUN AJARAN 2016/2017
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip
syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank perkereditan
rakyat Islam, pengetahuan tentang bank Islam ini sangat dibutuhkan baik bagi para
ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga keuangan syari’ah (asuransi
syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan syari’ah
mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air banyak masyarakat yang belum
mengenal produk-produk asuransi syari’ah.
Kajian
tentang asuransi sangat menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya.
Kajian mengenai asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan
syari’ah, yaitu sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk
mengkaji secara mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep
ekonomi syari’ah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud asuransi syari’ah ?
2. Apa landasan teori asuransi syari’ah ?
3. Apa saja prinsip-prinsip dasar asuransi
syari’ah ?
PEMBAHASAN
A. ASURANSI KONVENSIONAL
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, yaitu assurantie yang
dalam hukum Belanda disebut verzekering, yang artinya pertanggungan dan geassuerde
yang artinya bagi tertanggung.[1]
Dalam bahasa Prancis di sebut assurance yang berarti menanggung sesuatu
yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata asuransi disebut insurance,[2] yang dalam bahasa
Indonesia telah menjadi populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dengan padanan kata “pertanggungan”,[3]
yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di Indonesia:
”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”[4]
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan
bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal
balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu
(onzeker vooral).[5]
B. ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah di Indonesia diawali
pertama pada tahun 1994. Pada saat
itu PT Syarikat Takaful
Indonesia (STI) berdiri
pada 24 Februari
1994 yang dimotori
oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa,
Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha
Muslim Indonesia. (Syakir
Sula, 2004). Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan yaitu perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada tanggal 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian
syariah bernama PT Asuransi
Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni
1995. Pengembangan bisnis asuransi
syariah di Indonesia
melalui pendirian berbagai macam
perusahaan asuransi antara lain :
Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada
bisnis asuransi jiwa syariah. Strategi
pengembangan bisnis yang dilakukan
oleh asuransi syariah di Indonesia dengan pembukaan cabang-cabang seperti
halnya : PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance,
PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa
Beringin Life Sejahtera ( Syakir Sula, 2004 ).
C. PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH
Asuransi dalam bahasa Arab disebut Atta’min yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut.
Istilah menta’minkan sesuatu
berarti seseorang memberikan
uang cicilan agar ia atau orang yang ditujuk menjadi ahli
warisnya mendapatkan
ganti
rugi
atas
hartanya yang hilang.
Konsep asuransi Islam berasaskan
konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan
persaudaraan antara peserta. Takaful
yang mempunyai arti tolong menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful
yang berarti saling menanggung / memikul
resiko antar umat manusia merupakan
dasar pijakan kegiatan manusia
sebagai makhluk sosial.
Pada dasarnya Islam
mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan, dan kematian merupakan takdir Allah dan tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga
diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan.
Asuransi jiwa syariah
dan asuransi jiwa konvensional
mempunyai tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer)
sedangkan asuransi jiwa syariah menganut
asas tolong menolong dengan membagi risiko diantara
peserta asuransi jiwa (risk sharing). Selain
perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana
asuransi jiwa syariah menganut
investasi syariah dan terbebas dari unsur riba.
D.
PERBEDAAN
ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI KONVENSSIONAL
No
|
Prinsip
|
Asuransi
Konvensional
|
Asuransi Syari’ah
|
1.
|
Konsep
|
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberrikan pergantian kepada tertanggung.
|
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin danm
bekerja sama dengan cara-cara masing-masing mengeluarkan akad tabarru’.
|
2.
|
Visi dan Misi
|
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah
misi ekonomi dan misi sosial.
|
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi aqidah, misi
ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishod), dan misi pemberdayaan umat
(sosial).[6] Asuransi takaful di
Indonesia mempunyai visi sebagai lembaga keuangan yang konsisten menjalankan
transaksi asuransi secara islami. Operasional perusahaan dilaksanakan atas
dasar prinsip- prinsip syariah yang bertujuan memberikan fasilitas dan
layanan terbaik bagi umat islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.[7]
|
3.
|
Sumber Hukum
|
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum
positif, hukum alami, dan contoh sebelumnya.
|
Bersumber dari hukum Allah sumber hukum dalam Syariah Islam
adalah Al – Qur’an, sunnah, atau kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat,
Qiyas, Istihsan, Urf “tradisi”, dan
Maslahah Mursalah.
|
4.
|
Maghrib
|
Tidak selaras dengan syariah islam karena adanya maisir, gharar,
dan Riba; hal yang di haramkan dalam muamalah
|
Bersih dari adanya praktek gharar, maisir, dan Riba
|
5.
|
DPS
|
Tidak ada, sehingga dalam banyak prakteknya bertentangan dengan
kaidah- kaidah syara’
|
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional
perusahaan agar terbebas dari praktek- praktek muamalah yang bertentangan
dengan prinsip- prinsip syariah
|
6.
|
Akad
|
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan
akad mulzim)
|
Akad tabarru’ dan akad ijarah (mudharabah, wakalah, wadiah,
syirkah, dan sebagainya)
|
7.
|
Jaminan / Risk (Resiko)
|
Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung
kepada penanggung.
|
Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggung antara
satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
|
8.
|
Pengolahan Dana
|
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana
hangus (untuk produk saving - life)
|
Pada produk- produk saving (life) terjadi pemisahan dana,
yaitu dana tabarru’ derma’ dan dana peserta sehingga tidak mengenal istilah
dana hangus. Sedangkan untuk untuk term insurance semuanya bersifat tabarru’
|
9.
|
Investasi
|
Bebas melakukan investasi dalam batas- batas ketentuan perundang-
undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem
investasi yang digunakan
|
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang- undangan,
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah islam. Bebas
dari riba dan tempat- tempat investasi yang terlarang.
|
10.
|
Kepemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik
perusahaan dan menginvestasikan kemana saja.
|
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau
kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya
sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
|
11.
|
Keuntungan (proft)
|
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi,
dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
|
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi,
dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi
dilakukan bagi hasil
(mudharabah) dengan peserta.[8]
|
E. LANDASAN TEORI ASURANSI SYARI’AH
Landasan
teori Asuransi Syariah merujuk kepada :
a.
Aqila
Yaitu
saling memikul atau bertanggung jawab untuk
keluarganya.
b.
Muwalat
Yaitu
perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang
yang tidak memiliki
waris dan tidak
diketahui
ahli
warisnya. Apabila orang yang dijamin
meninggal,
maka
penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli
warisnya.
c.
Tanahud
Yaitu
dua
orang
atau
lebih
berserikat membiayai suatu “kebutuhan” dengan saham yang
sama.
1. Dasar Hukum
a. Al-Qur’an
Surah
al-Baqarah ayat 261
مَثَلُ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ
أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ
يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ
وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
Artinya:
“ perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh butir benih, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-nya)
lagi maha mengetahui. (Q.S, al-Baqarah 2:261)
b. Hadits
“Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: Barangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan menghilangkan
kesulitangnya pada hari kiamat, barang siapa yang mempermudah kesulitan
seseorang, maka Allah SWT. Akan mempermudah urusan dunia dan akhirat.” (HR.
Muslim)
Seiring dengan perjalanan waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi
Islam pun bergulir secara kontinyu serta tak terlepas dari kebutuhan akan
sebuah lembaga asuransi yang tidak melanggar syariat bagi umat Islam maka
konsep asuransi yang berbasis pada prinsip ta’awuni direkomendasikan
oleh peserta Muktamar Ekonomi Islam yang berlangsung di Mekkah tahun 1985.
2. Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di
Indonesia adalah sebagai berikut:
KUHD; Undang-undang Nomor 2 tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian; PP. Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas PP.
No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian; Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 421/ KMK. 06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian; Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 422/ KMK. 06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Keputusan Menteri Keuangan RI
Nomor 423/ KMK. 06/2003 tentang pemeriksaan Perusahaan Perasuransian; Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 424/ KMK. 06/2003 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi; Keputusan Menteri keuangan RI
Nomor 245/ KMK. 06/2003 tentang perizinan dan penyelenggaraan Kegiatan Usaha
Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/
KMK. 06/2003 Perizinan dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi; Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah;
Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mud}arabah Musyarakah Asuransi; Fatwa
No: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah; Fatwa No:
53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’
pada Asuransi Syari’ah; Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada
Asuransi Syari’ah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.
F.
PRINSIP-PRINSIP
DASAR ASURANSI SYARIAH
Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syari’ah ada sembilan macam,
yaitu :
1.
Tauhid
(unity)
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk tabungan yang
ada dalam syari’ah islam.
Dalam berasuransi ytang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya
menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai
ketuhanan paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam
keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah
kita dan selalu berada bersama kita.
2.
Keadilan
(justice)
Prinsip kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya nilai-nilai
keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam
hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara
nasabah dan perusahaan asuransi.
3.
Tolong
menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melakasnakan kegiatan
berasuransi harus didasari dengan adanya rasa tolong menolong antara anggota.
Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom)
bisnis transkasi.
4.
Kerja
sama (cooperation)
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad
yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara
anggota (nasabah) dan perusahan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang
dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah.
Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konsep
dasar dalam kajian ekonomika dan mempunyai nilai historis dalamm
perkembangan keilmuan
5.
Amanah
( trustworthy / al-amanah )
Prinsip amanah dalam organisasi perusahan dapat terwujud dalam nilai-nilai
akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan
keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi
kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan
nilai-nilai kebenaran dan kedaiulan dalam bermuamalah dan melalui auditor
public. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang
yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar
berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipiyulasi kerugian yang
menimpa dirirnya.
6.
Kerelaan
( al-ridha )
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada
setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk
merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahan asuransi, yang
difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosila (tabarru)
memang betul-betul digunakan tujuan membantu anggota (nasabah) asuiransi yang
lain jika mengalami bencana kerugian.
7.
Larangan
riba
Secara bahasa adalah tambahan. Sedangakan menurut syari’at menambah
sesuatu yang khusus. Jadi riba adanya unsur penambahan nilai. Ada beberapa
bagian dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak
dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.
8.
Larangan
maisir ( judi )
Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan
aktivitas ekonomi yang memepunyai unsur maisir (judi). Maisir dari kata yusr
artinya mudah. Karena orang memeperolkeh uang tanpa susah payah, atau bersala
dari kata yasar yang berarti kaya, karena perjudian diharapkan untung
yang bermakna mudah. Maysir merupakan unsur obyek yang diartikan sebagai tempat
untuk memudahkan sesuatu.
9.
Larangan
gharar
Gharar dalam
pengertian bahasa adalah al-khida’ yaitu suatu tindakan yang di dalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Secara konvensional kata Syafi’I kontrak
dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabaduli atau
akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dan dengan uang
pertanggungan. Secara syari’ah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang
harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu karena kita tahu berapa yang
akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan
dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang
akan meninggal.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Konsep asuransi Islam berasaskan
konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan
persaudaraan antara peserta. Takaful
yang mempunyai arti tolong menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful
yang berarti saling menanggung / memikul
resiko antar umat manusia merupakan
dasar pijakan kegiatan manusia
sebagai makhluk sosial. Saling pikul
resiko dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara setiap orang
mengeluarkan dana kebijakan yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Landasan
teori Asuransi Syariah merujuk kepada :
a.
Aqila
Yaitu
saling memikul atau bertanggung jawab untuk
keluarganya.
b.
Muwalat
Yaitu
perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang
yang tidak memiliki
waris dan tidak
diketahui
ahli
warisnya. Apabila orang yang dijamin
meninggal,
maka
penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli
warisnya.
c.
Tanahud
Yaitu
dua
orang
atau
lebih
berserikat membiayai suatu “kebutuhan” dengan saham yang sama.
Prinsip dasar asuransi syari’ah ada sembilan macam, yaitu : tauhid,
keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba,
larangan judi, dan larangan gharar.
DAFTAR PUSTAKA
Selasa, 15
Maret 2016 / 08.28
Selasa, 15
Maret 2016 / 08.31
Selasa, 15
maret 2016 / 08.36
Senin, 14 Maret 2016 / 12.10
[1] Emmy P. Simajuntak, Hukum Pertanggungan,
(Yogyakarta: UGM, 1987), hlm. 7.
[2] John M. Echols dan Hasan Sadilly, Kamus
Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm.326.
[3] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
( Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 63.
[4] Muhammad Syakir Sula, Asuransi syariah,
hlm. 27.
[5] HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia , (Jakarta: Djambutan, 1999), hlm.1.
[6] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life
ang general) Konsep dan system Operasional, hal : 326
[7] Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula,
Syariah marketing (Bandung:
Mizan Pustaka, 2006) h 201.
[8] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life
ang general) Konsep dan system Operasional, hal :326 – 327
Tidak ada komentar:
Posting Komentar