Senin, 11 April 2016

MAKALAH ASURANSI SYARI’AH “LANDASAN TEORI ASURANSI SYARI’AH”




MAKALAH
ASURANSI SYARI’AH
“LANDASAN TEORI ASURANSI SYARI’AH”

















DISUSUN OLEH :
ASMI SHAUTA QOLBI


DOSEN PENGAMPU :
ZAKI MUBAROK, MSI




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
Jln. Jeruk No 9 Slawi Tegal
TAHUN AJARAN 2016/2017
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Di Indonesia, dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank muamalat Indonesia dan bank perkereditan rakyat Islam, pengetahuan tentang bank Islam ini sangat dibutuhkan baik bagi para ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga keuangan syari’ah (asuransi syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air banyak masyarakat yang belum mengenal produk-produk asuransi syari’ah.
Kajian tentang asuransi sangat menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud asuransi syari’ah ?
2.      Apa landasan teori asuransi syari’ah ?
3.      Apa saja prinsip-prinsip dasar asuransi syari’ah ?









PEMBAHASAN

A.      ASURANSI KONVENSIONAL
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, yaitu assurantie yang dalam hukum Belanda disebut verzekering, yang artinya pertanggungan dan geassuerde yang artinya bagi tertanggung.[1] Dalam bahasa Prancis di sebut assurance yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata asuransi disebut insurance,[2] yang dalam bahasa  Indonesia telah menjadi populer dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”,[3] yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di Indonesia: ”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”[4]
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan  penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral).[5]

B.       ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah di Indonesia diawali pertama pada tahun 1994. Pada saat itu PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berdiri pada 24 Februari 1994 yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha Muslim Indonesia. (Syakir Sula, 2004). Selanjutnya, STI mendirikan dua anak perusahaan yaitu perusahaan asuransi jiwa syariah bernama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada tanggal 4 Agustus 1994 dan perusahaan asuransi kerugian syariah bernama PT Asuransi Takaful Umum (ATU) pada 2 Juni 1995. Pengembangan bisnis asuransi syariah di Indonesia melalui pendirian berbagai macam perusahaan asuransi antara lain : Asuransi Syariah Mubarakah yang bergerak pada bisnis asuransi jiwa syariah. Strategi pengembangan bisnis yang dilakukan oleh asuransi syariah di Indonesia dengan pembukaan cabang-cabang  seperti halnya : PT MAA Life Assurance, PT MAA General Assurance, PT Great Eastern Life Indonesia, PT Asuransi Tri Pakarta, PT AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa Beringin Life Sejahtera ( Syakir Sula, 2004 ).

C.       PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH
Asuransi dalam bahasa Arab disebut Atta’min yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah mentaminkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia  atau  orang  yang  ditujuk  menjadi  ahli  warisnya  mendapatkan  ganti  rugi  atas hartanya yang hilang.
Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful yang mempunyai arti tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung / memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial.
Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan, dan kematian merupakan takdir Allah dan tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan.
Asuransi  jiwa  syariah  dan  asuransi  jiwa  konvensional  mempunyai  tujuan sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut asas tolong menolong dengan membagi risiko diantara peserta asuransi jiwa (risk sharing). Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur riba.


D.      PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI KONVENSSIONAL
No
Prinsip
Asuransi Konvensional
Asuransi Syari’ah
1.
Konsep
Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberrikan pergantian kepada tertanggung.
Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin danm bekerja sama dengan cara-cara masing-masing mengeluarkan akad tabarru’.
2.
Visi dan Misi
Secara garis besar misi utama dari asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial.
Misi yang diemban dalam asuransi syariah adalah misi aqidah, misi ibadah (ta’awun), misi ekonomi (iqtishod), dan misi pemberdayaan umat (sosial).[6] Asuransi takaful di Indonesia mempunyai visi sebagai lembaga keuangan yang konsisten menjalankan transaksi asuransi secara islami. Operasional perusahaan dilaksanakan atas dasar prinsip- prinsip syariah yang bertujuan memberikan fasilitas dan layanan terbaik bagi umat islam khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.[7]
3.
Sumber Hukum
Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami, dan contoh sebelumnya.
Bersumber dari hukum Allah sumber hukum dalam Syariah Islam adalah Al – Qur’an, sunnah, atau kebiasaan Rasul, Ijma’, Fatwa Sahabat, Qiyas, Istihsan, Urf  “tradisi”, dan Maslahah Mursalah.
4.
Maghrib
Tidak selaras dengan syariah islam karena adanya maisir, gharar, dan Riba; hal yang di haramkan dalam muamalah
Bersih dari adanya praktek gharar, maisir, dan Riba
5.
DPS
Tidak ada, sehingga dalam banyak prakteknya bertentangan dengan kaidah- kaidah syara’
Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan agar terbebas dari praktek- praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah
6.
Akad
Akad jual beli (akad mu’awadhah, akad idz’aan, akad gharar, dan akad mulzim)
Akad tabarru’ dan akad ijarah (mudharabah, wakalah, wadiah, syirkah, dan sebagainya)
7.
Jaminan / Risk (Resiko)
Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung.

Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
8.
Pengolahan Dana
Tidak ada pemisahan dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving - life)
Pada produk- produk saving (life)  terjadi pemisahan dana, yaitu dana tabarru’ derma’ dan dana peserta sehingga tidak mengenal istilah dana hangus. Sedangkan untuk untuk term insurance semuanya bersifat tabarru’
9.
Investasi
Bebas melakukan investasi dalam batas- batas ketentuan perundang- undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan
Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang- undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syariah islam. Bebas dari riba dan tempat- tempat investasi yang terlarang.
10.
Kepemilikan Dana
Dana yang terkumpul dari premi peserta seluruhnya menjadi milik perusahaan dan menginvestasikan kemana saja.
Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi, merupakan milik peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana tersebut.
11.
Keuntungan (proft)
Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan.
Profit yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan        bagi hasil (mudharabah)    dengan peserta.[8]

E.       LANDASAN TEORI ASURANSI SYARI’AH
Landasan teori Asuransi Syariah merujuk kepada :
a.       Aqila
Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya.
b.      Muwalat
Yaitu perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang yang  tidak  memiliki  waris  dan  tidak  diketahui  ahli  warisnya.  Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.
c.       Tanahud
Yaitu  dua  orang  atau  lebih  berserikat  membiayai  suatu “kebutuhan” dengan saham yang sama.

1.      Dasar Hukum
a.       Al-Qur’an
Surah al-Baqarah ayat 261
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ
 وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “ perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir benih, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-nya) lagi maha mengetahui. (Q.S, al-Baqarah 2:261)
b.      Hadits
“Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan menghilangkan kesulitangnya pada hari kiamat, barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah SWT. Akan mempermudah urusan dunia dan akhirat.” (HR. Muslim)
Seiring dengan perjalanan waktu dan ijtihad para pemerhati ekonomi Islam pun bergulir secara kontinyu serta tak terlepas dari kebutuhan akan sebuah lembaga asuransi yang tidak melanggar syariat bagi umat Islam maka konsep asuransi yang berbasis pada prinsip ta’awuni direkomendasikan oleh peserta Muktamar Ekonomi Islam yang berlangsung di Mekkah tahun 1985.
2.      Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan tentang perasuransian di Indonesia adalah sebagai berikut:
KUHD; Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian; PP. Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan atas PP. No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 421/ KMK. 06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 422/ KMK. 06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 423/ KMK. 06/2003 tentang pemeriksaan Perusahaan Perasuransian; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/ KMK. 06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi; Keputusan Menteri keuangan RI Nomor 245/ KMK. 06/2003 tentang perizinan dan penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi; Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/ KMK. 06/2003 Perizinan dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah; Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mud}arabah Musyarakah Asuransi; Fatwa No: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah; Fatwa No: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah; Fatwa No: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.

F.        PRINSIP-PRINSIP DASAR ASURANSI SYARIAH
Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syari’ah ada sembilan macam, yaitu :
1.      Tauhid (unity)
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk tabungan yang ada dalam syari’ah islam.
Dalam berasuransi ytang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.


2.      Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
3.      Tolong menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melakasnakan kegiatan  berasuransi harus didasari dengan adanya rasa tolong menolong antara anggota. Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom) bisnis transkasi.

4.      Kerja sama (cooperation)
Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah  adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika dan mempunyai nilai historis dalamm perkembangan keilmuan
5.      Amanah ( trustworthy / al-amanah )
Prinsip amanah dalam organisasi perusahan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan kedaiulan dalam bermuamalah dan melalui auditor public. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipiyulasi kerugian yang menimpa dirirnya.

6.      Kerelaan ( al-ridha )
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosila (tabarru) memang betul-betul digunakan tujuan membantu anggota (nasabah) asuiransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.
7.      Larangan riba
Secara bahasa adalah tambahan. Sedangakan menurut syari’at menambah sesuatu yang khusus. Jadi riba adanya unsur penambahan nilai. Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.
8.      Larangan maisir ( judi )
Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang memepunyai unsur maisir (judi). Maisir dari kata yusr artinya mudah. Karena orang memeperolkeh uang tanpa susah payah, atau bersala dari kata yasar yang berarti kaya, karena perjudian diharapkan untung yang bermakna mudah. Maysir merupakan unsur obyek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu.
9.      Larangan gharar
Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’ yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Secara konvensional kata Syafi’I kontrak dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabaduli  atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dan dengan uang pertanggungan. Secara syari’ah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.

PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful yang mempunyai arti tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung / memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara setiap orang mengeluarkan dana kebijakan yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Landasan teori Asuransi Syariah merujuk kepada :
a.       Aqila
Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya.
b.      Muwalat
Yaitu perjanjian jaminan, dimana seorang penjamin menjamin seseorang yang  tidak  memiliki  waris  dan  tidak  diketahui  ahli  warisnya.  Apabila orang yang dijamin meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli warisnya.
c.       Tanahud
Yaitu  dua  orang  atau  lebih  berserikat  membiayai  suatu  “kebutuhan” dengan saham yang sama.
Prinsip dasar asuransi syari’ah ada sembilan macam, yaitu : tauhid, keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.






DAFTAR PUSTAKA

Selasa, 15 Maret 2016 / 08.28
Selasa, 15 Maret 2016 / 08.31
Selasa, 15 maret 2016 / 08.36
Senin, 14 Maret 2016 / 12.10



[1] Emmy P. Simajuntak, Hukum Pertanggungan, (Yogyakarta: UGM, 1987), hlm. 7.
[2] John M. Echols dan Hasan Sadilly, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm.326.
[3] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 63.
[4] Muhammad Syakir Sula, Asuransi syariah, hlm. 27.
[5] HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , (Jakarta:  Djambutan, 1999), hlm.1.
[6] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life ang general) Konsep dan system Operasional, hal : 326
[7] Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah marketing (Bandung: Mizan Pustaka, 2006) h 201.
[8] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life ang general) Konsep dan system Operasional, hal :326 – 327

Tidak ada komentar:

Posting Komentar