Senin, 11 April 2016

MAKALAH MUAWADAT AL MALIYAH “KEPEMILIKAN DALAM ISLAM”




MAKALAH
MUAWADAT AL MALIYAH
“KEPEMILIKAN DALAM ISLAM”















DISUSUN OLEH :
Ø  ASMI SHAUTA QOLBI
Ø  IZZAH ARIYANI
Ø  SOFIYATUN

DOSEN PENGAMPU :
TRI SUBHI, M.Pd.I



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
Jln. Jeruk No 9 Slawi Tegal
TAHUN AJARAN 2016/2017
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Konsepsi tentang hak milik merupakan fondasi yang penting dalam sistem ekonomi. Ekonomi konvensional memiliki pandangan bahwa manusia adalah pemilik mutlak seluruh sumber daya, sehingga manusia bebas memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya. Akan tetapi, kapitalisme lebih menghargai kepemilikan individu dan dari hak pada milik sosial, sedangkan sosialisme mengutamakan hak milik sosial dan meniadakan hak milik individu.
Islam memiliki pandangan yang khas tentang hak milik, sebab ia dikolaborasi dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dalam pandangan Islam pemilik mutlak seluruh alam semesta adalah Allah sedangkan manusia adalah pemilik relative. Kepemilikan manusia terikat dengan aturan Allah, ia hanya bertugas untuk melaksanakan perintah Allah. Kesadaran bahwa kepemilikan manusia atas sumber daya akan dipertanggungjawabkan kepada Allah diakhirat yang akan mendorong manusia untuk berhati-hati untuk mengelola hak milik. Secara umum dapat dikatakan bahwa Islam memberikan kedudukan yang proporsional antara hak milik individu, hak milik kolektif (umum) dan hak milik negara.



PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MILIK
"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.
Para fukoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.

B.     JENIS-JENIS KEPEMILIKAN
Konsep dasar kepemilikan dalam  Islam adalah firman Allah SWT
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
“Milik Allah-lah  segala sesuatu yang ada di langit dan bumi.” (QS    Al-Baqarah: 284)
Sebelumnya perlu diterangkan di sini bahwa konsep Islam tentang kepemilikan memiliki karakteristik unik yang tidak ada pada sistem ekonomi yang lain. Kepemilikan dalam Islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau absolut. Pengertian nisbi di sini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya (genuine, real) sebab, dalam konsep Islam, yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah Allah SWT, Dialah Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang sebenarnya. Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang untuk sementara waktu "diberikan" atau "dititipkan" kepada mereka, sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep Islam, harta dan kekayaan yang dimiliki oleh setiap Muslim mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya namun pemanfaatan dan penggunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh Pemilik riil. Kesan ini dapat kita tangkap umpamanya dalam kewajiban mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan.
Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua yaitu kepemilikan sempurna (tamm) dan kepemilikan kurang (naaqis). Dua jenis kepemilikan ini mengacu kepada kenyataan bahwa manusia dalam kapasitasnya sebagai pemilik suatu barang dapat mempergunakan dan memanfaatkan susbstansinya saja, atau nilai gunanya saja atau kedua-duanya. Kepemilikan sempurna adalah kepemilikan seseorang terhadap barang dan juga manfaatnya sekaligus. Sedangkan kepemilikan kurang adalah yang hanya memiliki substansinya saja atau manfaatnya saja. Kedua-dua jenis kepemilikan ini akan memiliki konsekuensi syara' yang berbeda-beda ketika memasuki kontrak muamalah seperti jual beli, sewa, pinjam-meminjam dan lain-lain.

C.     PEMBAGIAN KEPEMILIKAN
Dalam hal kepemilikan, Islam memiliki pandangan yang khas, yang berbeda dengan ekonomi kapitalisme maupun sosialisme. Islam menolak adanya pembatasan absolute (sosialisme) maupun pembebasan absolute (kapitalisme). Islam memberikan kebebasan kepada individu untuk memiliki, namun tetap dengan batasan-batasan tertentu. Kepemilikan terbagi atas tiga macam:
1.      Kepemilikan Individu (Al-Milkiyah Fardiyah)
An-Nabhani (1990) menyatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan individu (asbabu at-tammaluk) terbatas pada lima hal berikut ini:
a.       Bekerja (Al-Amal)
Kewajiban bekerja dapat kita jumpai tuntunanya dalam banyak dalil Al-qur’an maupun As-sunnah. Bukan besar kecilnya upah atau tinggi rendahnya jabatan yang menjadi ukuran baik buruknya mata pencaharian, melainkan halal haramnya lah yang menjadi patokan. Suatu hari Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat: “Mata pencaharian apakah yang paling baik?” Beliau menjawab: “Bekerja dengan tangan sendiri dan jual-beli yang bersih” (HR. Al-Bazzar)
b.      Warisan (Al-Irts)
Hukum pembagian warisan telah secara jelas diterangkan Allah melalui firman Nya: “Allah mensyari’atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu ...” (Q.S. An-Nisa [4]:11-12)
c.       Kebutuhan harta untuk mempertahankan hidup
Dalam Islam, setiap individu harus terpenuhi kebutuhan pokoknya (hajat  al-udhawiyah) dalam rangka mempertahankan keberlangsungan hidupnya, dan hal ini menjadi kewajiban atas waliul amri (pemerintah) untuk memfasilitasinya melalui mekanisme bertahap.
Rasulullah SAW meneladankannya ketika memberikan dua dirham kepada seseorang, kemudian beliau berkata kepadanya: “makanlah dengan satu dirham, sisanya belikanlah kapak, lalu gunakanlah untuk bekerja.”
d.      Pemberian negara (I’thau Al-Daulah)
Hal ini dapat berupa tanah pertanian, modal, ataupun barang yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
e.       Harta yang diperoleh individu tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun
Hal ini dapat berupa hibah, wasiat, hadiah, diyat, mahar, barang temuan, ataupun santunan.
2.      Kepemilikan Umum (Al-Milkiyah Amah)
Islam tidak menghendaki kepincangan antara hak individu pemilik dengan hak masyarakat lain. Sehingga, benda-benda yang termasuk dalam kategori ini tidak boleh hanya dikuasai oleh segelintir orang, melainkan haruslah dikelola dan dimanfaatkan oleh pemerintah demi kepentingan masyarakat umum. Public property ini haram hukumnya untuk diprivatisasi sehingga pemerintah tidak boleh menjualnya kepada siapapun, termasuk kepada para pemilik modal. Kepemilikan umum ini terbagi menjadi tiga macam:
a.       Fasilitas Umum
Rasulullah SAW bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Anas ra meriwayatkan hadits dari lbnu Abbas ra. tersebut dengan menambahkan : Wa tsamanuhu haram (dan harganya haram), yang berarti dilarang untuk diperjualbelikan.
b.      Barang-barang yang tabiat (sifat) kepemilikan & pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu, seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, masjid, dsb.
c.       Barang tambang dalam jumlah besar
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola tambang garamnya. Lalu Rasulullah saw membolehkannnya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya: “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah saw kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya” (HR. At-Tirmidzi).
3.      Kepemilikan Negara (Al-Milkiyah Daulah)
Dalam hal ini, negara berhak memanfaatkan atau memberikannya kepada masyarakat sesuai dengan kebijakan negara dalam rangka menunaikan kewajiban-kewajiban negara seperti menggaji pelayan kesehatan, menggaji pendidik, menggaji pegawai negara, keperluan jihad, dan sebagainya. Sumber dari state property ini dapat berupa ghanimah, fai, khumus, kharaj, jiziah seperlima harta rikaz, usyur, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki waris, dan tanah tak bertuan.
Aturan-aturan Islam tentang kepemilikan harta ini semakin menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan menyempurnakan. Islam mengakomodir fitrah manusia atas keinginannya untuk memiliki sesuatu. Islam tidak mengharamkannya, melainkan membebaskannya dengan batasan-batasan tertentu. Hal ini dikarenakan, Islam selalu mementingkan kepentingan umum diatas kepentingan individu, karena kepentingan umum merupakan kepentingan yang menyangkut kehidupan orang banyak. Dan tentunya, konsep harmonisasi ajaran dari langit ini lebih baik dibandingankan konsep kapitalisme maupun sosialisme.

D.    SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN
Syarat – syarat kepemilikan
1.       Benda itu tidak dikuasai orang lain lebih dahulu
2.      Maksud tamalluk (untuk memiliki)
Sebab – sebab  tamalluk (memiliki) yang ditetapkan syara’ ada empat, yaitu :
1.      Ihrazul Mubahat
Ihrozul mubahat adalah memiliki sesuatu (benda) yang menurut syara’ boleh dimiliki. Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan tidak ada larangan syara’ untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di padangnya, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut.
2.       Al Uqud (Aqad)
Akad berasal dari bahasa arab yang artinya perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad.
a.       Rukun dan Syarat Akad
1)      Aqid (Orang yang melakukan Akad)
2)      Ma'qud ‘Alaih (benda yang menjadi objek transaksi)
3)      Shighat, yaitu Ijab dan Qobul (Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau kesepakatan dua pihak yang melakukan akad)
b.      Macam macam Akad
Diantara macam macam akad adalah :
1)      Berdasarkan segi sah tidaknya, Akad ada dua macam :
Ø  Akad shahih, akad yang memenuhi unsur dan syarat yang ditetapkan oleh syara’.
Ø  Akad tidak shahih ( Fasidah), akad yang cacat / tidak sempurna.
2)      Berdasarkan segi ditetapkan atau tidaknya oleh syara’ :
Ø  Akad musamah , yaitu akad yang telah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
Ø  Ghair musamah yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara' dan belum ditetapkan.
3)      Berdasarkan zat benda yang diakadkan :
Ø  Benda yang berwujud
Ø  Benda tidak berwujud
4)      Berdasarkan disyariatkan atau tidaknya akad :
Ø  Akad musyara'ah ialah akad-akad yang debenarkan syara' seperti gadai dan jual beli.
Ø  Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara' seperti menjual anak kambing dalam perut ibunya.
5)      Berdasarkan sifat benda yang menjadi objek dalam akad :
Ø  Akad ainniyah ialah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang seperti jual beli.
Ø  Akad ghair ‘ainiyah ialah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang karena tanpa penyerahan barangpun akad sudah sah.
6)      Berdasarkan cara melakukannya :
Ø  Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
Ø  Akad ridhaiyah ialah akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak seperti akad-akad pada umumnya.
7)      Berdasarkan tukar menukar hak :
Ø  Akad mu'awadhah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti akad jual beli
Ø  Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan seperti akad hibah.
Ø  Akad yang tabaru'at pada awalnya namun menjadi akad mu'awadhah pada akhirnya seperti akad qarad dan kafalah
8)      Berdasarkan harus diganti dan tidaknya
Ø  Akad dhaman , yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua setelah benda-benda akad diterima seperti qarad.
Ø  Akad amanah , yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda bukan, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan.
Ø  Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu seginya adalah dhaman dan segi yang lain merupakan amanah, seperti rahn.
9)      Berdasarkan tujuan akad
Ø  Tamlik: seperti jual beli
Ø  mengadakan usaha bersama seperti syirkah dan mudharabah
Ø  tautsiq (memperkokoh kepercayaan) seperti rahn dan kafalah
Ø  menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah
Ø  mengadakan pemeliharaan seperti ida' atau titipan
10)  Berdasarkan faur dan istimrar
Ø  Akad fauriyah , yaitu akad-akad yang tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksaaan akad hanya sebentar saja seperti jual beli.
Ø  Akad istimrar atau zamaniyah , yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I'arah
11)  Berdasarkan asliyah dan tabi'iyah
Ø  Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu yang lain seperti jual beli dan I'arah.
Ø  Akad tahi'iyah , yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti akad rahn tidak akan dilakukan tanpa adanya hutang.
c.       Hikmah Akad
1)      Adanya ikatan yang kuat diantara dua orang atau lebih didalam bertransaksi atau memiliki sesuatu
2)      Tidak bisa sembarangan dalam membatalkan sesuatu ikatan perjanjian, karena telah diatur secara syar’i
3)      Akad merupakan payung hukum didalam kepemilikan sesuatu, sehingga pihak lain tidak bisa menggugat atau memilikinya.
3.      Al - Khalafiyah (Pewarisan)
Khalafiyah artinya pewarisan. Khalafiyah ada dua macam yaitu :
a.       Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsyin (Warisan)
b.      Khalafiyah Syaa’in ‘an syaa’iin (Menjamin kerugian)
4.      Ihya’u Mawat Al-ardh
a.       Pengertian Ihya’u Mawat Al-ardh
Ihya’u Mawat Al-ardh yaitu membuka lahan baru yang belum dibuka/ dikerjakan dan dimiliki orang lain.
b.      Hukum membuka lahan baru
Membuka lahan baru yang belum yang belum dimiliki atau dijadikan kahan oleh orang lain .Hukumnya adalah mubah, sabda rasululllah S.A.W “siapa yang menyuburkan tanah gersang,maka tanah itu menjadi miliknya”.







PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kepemilikan adalah kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.
Kepemilikan yang bisa dijadikan alat untuk mempertahankan berlangsungnya kehidupan suatu masyarakat memiliki beberapa sebab kepemilikan, diantaranya bekerja, warisan, kebutuhan harta untuk menyambung hidup, pemberian negara kepada rakyatnya, dan harta yang diperoleh tanpa ada kompensasi atau tenaga.
Adapun kepemilikan yang sah di dalam ilmu muamalah ada dua macam, yaitu : milik sempurna, dan milik tidak sempurna.
Sedangkan sebab-sebab kepemilikan antara lain : Ihrazul Mubahat, Al Uqud (Aqad), Al - Khalafiyah (Pewarisan) dan Ihya’u Mawat Al-ardh.


















DAFTAR PUSTAKA

http://eki-blogger.blogspot.co.id/2012/09/kepemilikan-dalam-islam.html
http://abizidane1978.blogspot.co.id/2012/06/kepemilikan-dalam-perspektif-islam.html
http://iescfeuiiyogya.blogspot.co.id/2013/05/konsep-kepemilikan-al-milkiyah.html
http://pustakamediasyariah.blogspot.com/2015/05/makalah-pes-kepemilikan-dalam-islam.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar