MAKALAH
Pembagian
harta dan implikasinya sebagai obyek akad (2)
Oleh :
DIAN
SALAMAH
NANI
SURYANINGSIH
TAMAMI
TUNISYA
FEBY SAFITRI
Jurusan :
EKONOMI
BISNIS SYARIAH
Mata Kuliah :
MUAWADAT
AL MALIYAH
Dosen Pengampu :
TRI SUBHI, M.Pd.I.
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
SLAWI
- TEGAL- JAWA TENGAH
2016
Pembagian harta
dan implikasinya sebagai obyek akad
I.
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Harta
(al mal) merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang
tidak bisa ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat materi maupun immateri. Dalam kerangka
memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antar manusia (mu'amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang
sempurna dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling
membutuhkan dan terkait dengan manusia lainnya.
Dalam konteks tersebut, harta hadir
sebagai obyek transaksi, harta bisa dijadikan sebagai obyek dalam transaksi
jual beli, sewa-menyewa, partnership (kontrak kerjasama), atau transaksi
ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik dasarnya (nature),
harta juga bisa dijadikan sebagai obyek kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang
menghalanginya.
Menurut Fuqaha, harta dapat ditinjau
dari beberapa segi, maka harta terdiri dari beberapa bagian, yaitu tiap-tiap
bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri.
b. Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :
1. Mal
mitsli, mal qimi
2. Mal
isti’ali, mal istihlaki
3. Mal
mamluk, mahjir, mubah
4. Mal
ashl, mal tsamarah
5. Mal
qishmah dan ghairu qishmah
6.
|
c. Ruang
Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah
ini adalah seputar pembagian jenis-jenis harta yang meliputi Mal mitsli, mal
qimi, Mal isti’ali, mal istihlaki, Mal mamluk, mahjir, mubah, Mal ashl, mal
tsamarah, Mal qishmah dan ghairu qishmah, Mal khash dan ‘am
II.
PEMBAHASAN
a. Mal
mitsli, mal qimi
Mal mitsli adalah harta yang terdapat
padanannya di pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau
bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi 4
bagian:
1. al
makilaat, yaitu sesuatu yang dapat ditakar. Contohnya seperti; gandum, terigu,
beras, dll.
2. al
mauzunaat, yaitu sesuatu yang dapat ditimbang. Contohnya seperti; kapas, besi,
tembaga,.
3. al
‘adadiyaat, yaitu sesuatu yang dapat dihitung dan memilki kemiripan bentuk
fisik. Contohnya seperti; pisang, telor, apel, begitu juga dengan hasil-hasil
industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-buku baru, perabotan rumah, dan
lainnya,
4. al
dziraiyaat, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan memiliki persamaan atas
bagian-bagiannya. Contohnya seperti; kain, kertas. Akan tetapi jika terdapat perbedaan
atas juz-nya (bagian), maka dikategorikan sebagai harta qimi, seperti tanah.
Sedangkan Mal qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran,
atau terdapat padanannya nilai tiap satuannya berbeda. Contohnya seperti domba,
tanah, kayu, dan lainnya. Walaupun mungkin sama jika dilihat dari fisiknya,
akan tetapi setiap satu domba memiliki nilai yang berbeda antara satu dan
lainya. Juga termasuk dalam harta qimi adalah durian, semangka yang memiliki
kualitas dan bentuk fisik yang berbeda.
Dalam perjalanannya, harta mitsli bisa
berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya;
·
Jika harta mitsli susah untuk didapatkan
di pasaran (terjadi kelangkaan/ scarcity), maka secara otomatis berubah menjadi
harta qimi,
Jika terjadi pecampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda, seperti hasil modifikasi mobil Toyota dan Honda, maka mobil tersebut menjadi harta qimi,
Jika terjadi pecampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda, seperti hasil modifikasi mobil Toyota dan Honda, maka mobil tersebut menjadi harta qimi,
·
Jika harta qimi terdapat banyak
padanannya di pasaran, maka secara otomatis berubah menjadi harta mitsli.
Dengan adanya pembagian harta mitsli dan
qimi, memiliki implikasi hukum sebagai berikut;
1. Harta
mitsli bisa menjadi tsaman (harga) dalam jual beli hanya dengan menyebutkan
jenis dan sifatnya, sedangkan harta qimi tidak bisa menjadi tsaman. Jika harta
qimi dikaitkan dengan hak-hak finansial, maka harus disebutkan secara detail,
karena hal itu akan mempengaruhi nilai yang dicerminkannya, seperti domba
Australia, tentunya akan berbeda nilainya dengan domba Indonesia, walaupun
mungkin jenis dan sifatnya sama
2. Jika
harta mitsli dirusak oleh orang, maka wajib diganti dengan padanannya yang
mendekati nilai ekonomisnya (finansial), atau sama. Tapi jika harta qimi
dirusak, maka harus diganti sesuai dengan nilai ekonomis (finansial) harta qimi
tersebut, karena memang susah untuk mendapatkan padanannya di pasaran.
3. Jika
terjadi percampuran beberapa harta mitsli, maka pemiliknya mempunyai kebebasan
untuk mengambil harta tersebut sesuai dengan keinginannya, walaupun tanpa izin
dari pihak yang lain. Berbeda dengan harta qimi, walaupun mungkin jenisnya
sama, tapi nilainya bisa berbeda, dengan demikian pengambilan harus atas izin
orang-orang yang berserikat.
4. Harta
mitsli rentan terhadap riba fadl. Jika terjadi pertukaran diantara harta
mitsli, dan tidak terdapat persamaan dalam kualitas, kuantitas, dan kadarnya,
maka akan terjebak dalam riba fadl. Berbeda dengan harta qimi yang relatif
resisten terhadap riba. Jika dipertukarkan dan terdapat perbedaan, maka tidak
ada masalah. Diperbolehkan menjual satu domba dengan dua domba.
b. Mal
isti’mali, mal istihlaki
Mal al-isti’mali
adalah harta yang dapat digunakan tanpa harus merusak bentuk fisiknya. Seperti
rumah, kontrakan, dll. Harta isti’mali dapat digunakan beberapa kali dan bisa
digunakan sebagai objek ijarah (sewa)[1]
Mal istihlaki adalah harta yang tidak
mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut,
seperti aneka warna makanan dan minuman, kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya.
Jika kita ingin memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita harus memakan dan
meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak kita jumpai, artinya barang tersebut
tidak akan mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya.
Adapun untuk uang, cara
mengkonsumsikannya adalah dengan membelanjakannya. Ketika uang tersebut keluar
dari saku dan genggaman sang pemilik, maka uang tersebut dinyatakan hilang dan
hangus, karena sudah menjadi milik orang lain, walaupun mungkin secara fisik,
bentuk dan wujudnya masih tetap sama. Intinya, harta istihlaki adalah harta
yang hanya bisa dikonsumsi untuk sekali saja.
Harta istihlaki bisa ditransaksikan
dengan tujuan untuk konsumsi, tidak bisa misalnya kita meminjamkan dan atau
menyewakan makanan. Sebaliknya, harta isti’mali bisa digunakan sebagai obyek
ijarah (sewa). Namun demikian kedua harta tersebut bisa dijadikan sebagai obyek
jual beli atau titipan.
c. Mal
mamluk, mahjir, mubah
Dari
segi statusnya, harta dibedakan menjadi mal mamluk, mal mahjur dan mal mubah.
Mal mamluk
adalah harta benda yang statusnya berada dalam pemilikan seseorang atau badan
hukum seperti pemerintah atau yayasan. Orang lain tidak berhak menguasai barang seperti ini kecuali melalui akad
tertentu yang dibenarkan oleh syara’.
Harta Mamluk yang
dimiliki terbagi kepada 2 macam yaitu :
1.
Harta
perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan milik, seperti
rumah yang dikontrakan. Harta Perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan
pemilik, seperti seseorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan
saja.
2.
Harta
Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik
dan lima buah mobil, salah satu mobil disewakan selama satu bulan disewakan
kepada orang lain. Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan
dengan hak bukan miliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah
pabrik, pabrik tersebut diurus bersama.
Mal
mahjir adalah harta yang menurut syara’ tidak dapat
dimiliki dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain lantaran telah diwakafkan
atau telah diperuntukan bagi kepentingan umum, seperti jalan, masjid, tempat
pemakaman dan segala macam barang yang diwakafkan.
Dalam prespektif
hukum negara, pengawasan harta wakaf berwenang melakukan perkara-perkara yang
dapat mendatangkan kebaikan harta wakaf dan mewujudkan keuntungan-keuntungan
bagi tujuan wakaf, dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan wakif. Jaminan
perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 tahun
1960 pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi
dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Mal
mubah (benda bekas) adalah segala harta selain yang
termasuk kedua kategori benda diatas. Setiap orang dapat menguasai dan memiliki
jenis benda ini sesuai kesanggupannya. Orang yang lebih dahulu menguasainya ia
menjadi pemiliknya. Upaya menguasai benda mubah dalam termilogi fikih muamalah
disebut ihraz al-mubahat (penguasaan atas harta bebas)
Contoh mal Mubah adalah seperti air pada mata air, binatang buruan darat,
binatang buruan laut, pohon-pohon di hutan dan buah-buahan. Tiap-tiap manusia memiliki harta mubah sesuai dengan
kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia menjadi pemiliknya sesuai
dengan kaidah.
Islam mengakui
kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni bahwa manusia adalah
khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan
segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta
itu sendiri.
d. Mal
ashl, mal tsamarah
Yang
dimaksud dengan mal Ashl adalah harta benda yang dapat menghasilkan
harta lain.
Sedang mal tsamarah adalah harta
benda yang tumbuh atau yang dihasilkan dari mal Ashl tanpa menimbulkan kerugian
atau kerusakan atasnya. Misalnya
sebidang kebun menghasilkan buah-buahan. Maka, kebun merupakan maal al ashl,
sedang buah-buahan merupakan maal al tsamarah
e. Mal
qishmah dan ghairu qishmah
Harta dilihat dari segi boleh dibagi
atau tidak, oleh para fuqaha dibagi menjadi dua, yaitu mal qismah dan mal
ghairu qismah.
1. Mal
qismah yaitu harta yang bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi tidak
rusak dan manfaatnya tidak hilang. Contohnya yaitu sekarung gandum, sekarung
kurma.
2. Mal
ghairu qismah yaitu harta yang tidak bisa dibagi, yang mana apabila harta itu
dibagi akan rusak atau manfaatnya hilang. Contohnya yaitu kursi, meja.
f. Mal
khash dan ‘am
Dari
segi sifat peruntukannya, harta dibedakan menjadi mal khash (harta
pribadi) dan malul ‘am (harta masyarakat umum).
Yang dimaksud dengan mal khash
adalah harta benda yang dimiliki oleh pribadi seseorang dan orang lain tercegah
menguasai atau memanfaatkannya tanpa seizin pemiliknya. Sedang yang dimaksud
dengan mal ‘am adalah harta benda yang menjadi milik masayarakat yang
sejak semula dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan umum.
Mal khas
dapat berubah menjadi mal ‘am, demikian juga sebaliknya karena
sebab-sebab sebagai berikut:
1. Karena
kehendak pemiliknya dan penguasanya. Seperti sebidang tanah untuk masjid atau
sebidang tanah untuk pekuburan, sebelum diperuntukan bagi kepentingan umum
adalah tergolong sebagai mal khas yang di kuasai pemiliknya. Demikian
juga pemerintah berhak melelang harta umum sehinggan mal ‘am tersebut
berubah menjadi milik pribadi atau mal khash.
2. Karena
ketetapan syara’ atau karena undang-undang. Seperti pembebasan tanah hak milik
untuk kepentingan umum, penguasaan negara atas hak milik untuk fasilitas umum
seperti untuk pasar, jalan dan lain sebagainya.
Dengan demikian mal ‘am (harta milik
masyarakat umum) meliputi:
1. Harta
yang diperuntukan bagi kemaslahatan bersama, seperti berbagai fasilitas umum.
2. Harta
atau kekayaan negara yang hanya dapat dieksploitasi untuk kepentingan negara
atau untuk kepentingan masyarakat umum.
3. Harta
pribadi yang manfaatnya diperuntukan bagi kepentingan umum
III.
KESIMPULAN
Menurut
Fuqaha, harta dapat
ditinjau dari beberapa segi, maka harta terdiri dari beberapa kategori yang memiliki
ciri khusus dan hukum masing-masing.
Mal mitsli adalah harta yang
terdapat padanannya di pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau
bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi (1)
al makilaat, (2) al mauzunaat, (3) al ‘adadiyaat, (4) al dziraiyaat. Sedangkan Mal
qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau terdapat
padanannya nilai tiap satuannya berbeda. Harta mitsli bisa berubah menjadi
harta qimi atau sebaliknya jika tergantung dari jumlahnya.
Mal
al-isti’mali adalah harta yang dapat digunakan tanpa harus
merusak bentuk fisiknya. Sedangkan Mal istihlaki adalah harta yang tidak
mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut.
Dari segi statusnya, harta dibedakan
menjadi mal mamluk, mal mahjur dan mal mubah. Mal mamluk adalah
harta benda yang statusnya berada dalam pemilikan seseorang atau badan hukum
seperti pemerintah atau yayasan. Mal mahjir adalah harta yang menurut
syara’ tidak dapat dimiliki dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain
lantaran telah diwakafkan atau telah diperuntukan bagi kepentingan umum. Mal
mubah (benda bekas) adalah segala harta selain yang termasuk kedua kategori
benda diatas.
Yang dimaksud dengan mal Ashl
adalah harta benda yang dapat menghasilkan harta lain. Sedangkan mal tsamarah
adalah harta benda yang tumbuh atau yang dihasilkan dari mal Ashl tanpa
menimbulkan kerugian atau kerusakan atasnya.
Mal qismah yaitu harta yang bisa dibagi,
yang mana apabila harta itu dibagi tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang.
Sedangkan Mal ghairu qismah yaitu harta yang tidak bisa dibagi, yang mana
apabila harta itu dibagi akan rusak atau manfaatnya hilang
Mal khash
merupakan harta benda yang dimiliki oleh pribadi seseorang dan orang lain
tercegah menguasai atau memanfaatkannya tanpa seizin pemiliknya. Sedang yang
dimaksud dengan mal ‘am adalah harta benda yang menjadi milik
masayarakat yang sejak semula dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan
umum.
Daftar
Pustaka
https://www.facebook.com/fiqh.muamalah/posts/625546850839696
http://4bdulcholiq.blogspot.co.id/2011/04/mal-mamluk-mal-mubah-mal-mahjur.html
http://wiwikjepepara.blogspot.co.id/2015/09/makalah-fiqh-muamalah-terlengkap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar