Minggu, 19 Juni 2016

MAKALAH PEMBAGIAN HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI OBYEK AKAD (2)



 MAKALAH
Pembagian harta dan implikasinya sebagai obyek akad (2)


Oleh :
DIAN SALAMAH
NANI SURYANINGSIH
TAMAMI
TUNISYA FEBY SAFITRI

Jurusan :
EKONOMI BISNIS SYARIAH

Mata Kuliah :
MUAWADAT AL MALIYAH

Dosen Pengampu :
TRI SUBHI, M.Pd.I.





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
SLAWI - TEGAL- JAWA TENGAH
2016

Pembagian harta
dan implikasinya sebagai obyek akad

I.         PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
            Harta (al mal) merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat materi maupun immateri. Dalam kerangka memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan horizontal antar manusia (mu'amalah), karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi saling membutuhkan dan terkait dengan manusia lainnya.
Dalam konteks tersebut, harta hadir sebagai obyek transaksi, harta bisa dijadikan sebagai obyek dalam transaksi jual beli, sewa-menyewa, partnership (kontrak kerjasama), atau transaksi ekonomi lainnya. Selain itu, dilihat dari karakteristik dasarnya (nature), harta juga bisa dijadikan sebagai obyek kepemilikan, kecuali terdapat faktor yang menghalanginya.
Menurut  Fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi, maka harta terdiri dari beberapa bagian, yaitu tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri.

b.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :
1.      Mal mitsli, mal qimi
2.      Mal isti’ali, mal istihlaki
3.      Mal mamluk, mahjir, mubah
4.      Mal ashl, mal tsamarah
5.      Mal qishmah dan ghairu qishmah
6.     
1
 
Mal khash dan ‘am
c.       Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini adalah seputar pembagian jenis-jenis harta yang meliputi Mal mitsli, mal qimi, Mal isti’ali, mal istihlaki, Mal mamluk, mahjir, mubah, Mal ashl, mal tsamarah, Mal qishmah dan ghairu qishmah, Mal khash dan ‘am

II.      PEMBAHASAN
a.       Mal mitsli, mal qimi
Mal mitsli adalah harta yang terdapat padanannya di pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi 4 bagian:
1.      al makilaat, yaitu sesuatu yang dapat ditakar. Contohnya seperti; gandum, terigu, beras, dll.
2.      al mauzunaat, yaitu sesuatu yang dapat ditimbang. Contohnya seperti; kapas, besi, tembaga,.
3.      al ‘adadiyaat, yaitu sesuatu yang dapat dihitung dan memilki kemiripan bentuk fisik. Contohnya seperti; pisang, telor, apel, begitu juga dengan hasil-hasil industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-buku baru, perabotan rumah, dan lainnya,
4.      al dziraiyaat, yaitu sesuatu yang dapat diukur dan memiliki persamaan atas bagian-bagiannya. Contohnya seperti; kain, kertas. Akan tetapi jika terdapat perbedaan atas juz-nya (bagian), maka dikategorikan sebagai harta qimi, seperti tanah.

Sedangkan Mal qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau terdapat padanannya nilai tiap satuannya berbeda. Contohnya seperti domba, tanah, kayu, dan lainnya. Walaupun mungkin sama jika dilihat dari fisiknya, akan tetapi setiap satu domba memiliki nilai yang berbeda antara satu dan lainya. Juga termasuk dalam harta qimi adalah durian, semangka yang memiliki kualitas dan bentuk fisik yang berbeda.
Dalam perjalanannya, harta mitsli bisa berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya;
·         Jika harta mitsli susah untuk didapatkan di pasaran (terjadi kelangkaan/ scarcity), maka secara otomatis berubah menjadi harta qimi,
Jika terjadi pecampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda, seperti hasil modifikasi mobil Toyota dan Honda, maka mobil tersebut menjadi harta qimi,
·         Jika harta qimi terdapat banyak padanannya di pasaran, maka secara otomatis berubah menjadi harta mitsli.

Dengan adanya pembagian harta mitsli dan qimi, memiliki implikasi hukum sebagai berikut;
1.      Harta mitsli bisa menjadi tsaman (harga) dalam jual beli hanya dengan menyebutkan jenis dan sifatnya, sedangkan harta qimi tidak bisa menjadi tsaman. Jika harta qimi dikaitkan dengan hak-hak finansial, maka harus disebutkan secara detail, karena hal itu akan mempengaruhi nilai yang dicerminkannya, seperti domba Australia, tentunya akan berbeda nilainya dengan domba Indonesia, walaupun mungkin jenis dan sifatnya sama
2.      Jika harta mitsli dirusak oleh orang, maka wajib diganti dengan padanannya yang mendekati nilai ekonomisnya (finansial), atau sama. Tapi jika harta qimi dirusak, maka harus diganti sesuai dengan nilai ekonomis (finansial) harta qimi tersebut, karena memang susah untuk mendapatkan padanannya di pasaran.
3.      Jika terjadi percampuran beberapa harta mitsli, maka pemiliknya mempunyai kebebasan untuk mengambil harta tersebut sesuai dengan keinginannya, walaupun tanpa izin dari pihak yang lain. Berbeda dengan harta qimi, walaupun mungkin jenisnya sama, tapi nilainya bisa berbeda, dengan demikian pengambilan harus atas izin orang-orang yang berserikat.
4.      Harta mitsli rentan terhadap riba fadl. Jika terjadi pertukaran diantara harta mitsli, dan tidak terdapat persamaan dalam kualitas, kuantitas, dan kadarnya, maka akan terjebak dalam riba fadl. Berbeda dengan harta qimi yang relatif resisten terhadap riba. Jika dipertukarkan dan terdapat perbedaan, maka tidak ada masalah. Diperbolehkan menjual satu domba dengan dua domba.

b.      Mal isti’mali, mal istihlaki
            Mal al-isti’mali adalah harta yang dapat digunakan tanpa harus merusak bentuk fisiknya. Seperti rumah, kontrakan, dll. Harta isti’mali dapat digunakan beberapa kali dan bisa digunakan sebagai objek ijarah (sewa)[1]
Mal istihlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman, kayu bakar, BBM, uang, dan lainnya. Jika kita ingin memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita harus memakan dan meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak kita jumpai, artinya barang tersebut tidak akan mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya.
Adapun untuk uang, cara mengkonsumsikannya adalah dengan membelanjakannya. Ketika uang tersebut keluar dari saku dan genggaman sang pemilik, maka uang tersebut dinyatakan hilang dan hangus, karena sudah menjadi milik orang lain, walaupun mungkin secara fisik, bentuk dan wujudnya masih tetap sama. Intinya, harta istihlaki adalah harta yang hanya bisa dikonsumsi untuk sekali saja.
Harta istihlaki bisa ditransaksikan dengan tujuan untuk konsumsi, tidak bisa misalnya kita meminjamkan dan atau menyewakan makanan. Sebaliknya, harta isti’mali bisa digunakan sebagai obyek ijarah (sewa). Namun demikian kedua harta tersebut bisa dijadikan sebagai obyek jual beli atau titipan.
c.       Mal mamluk, mahjir, mubah
            Dari segi statusnya, harta dibedakan menjadi mal mamluk, mal mahjur dan mal mubah.
Mal mamluk adalah harta benda yang statusnya berada dalam pemilikan seseorang atau badan hukum seperti pemerintah atau yayasan. Orang lain tidak berhak menguasai  barang seperti ini kecuali melalui akad tertentu yang dibenarkan oleh syara’.
Harta Mamluk yang dimiliki terbagi kepada 2 macam yaitu :
1.      Harta perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan milik, seperti rumah yang dikontrakan. Harta Perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti seseorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja.
2.      Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobil disewakan selama satu bulan disewakan kepada orang lain. Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan miliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, pabrik tersebut diurus bersama.
            Mal mahjir adalah harta yang menurut syara’ tidak dapat dimiliki dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain lantaran telah diwakafkan atau telah diperuntukan bagi kepentingan umum, seperti jalan, masjid, tempat pemakaman dan segala macam barang yang diwakafkan.
Dalam prespektif hukum negara, pengawasan harta wakaf berwenang melakukan perkara-perkara yang dapat mendatangkan kebaikan harta wakaf dan mewujudkan keuntungan-keuntungan bagi tujuan wakaf, dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan wakif. Jaminan perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960 pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
            Mal mubah (benda bekas) adalah segala harta selain yang termasuk kedua kategori benda diatas. Setiap orang dapat menguasai dan memiliki jenis benda ini sesuai kesanggupannya. Orang yang lebih dahulu menguasainya ia menjadi pemiliknya. Upaya menguasai benda mubah dalam termilogi fikih muamalah disebut ihraz al-mubahat (penguasaan atas harta bebas)
Contoh mal Mubah adalah seperti air pada mata air, binatang buruan darat, binatang buruan laut, pohon-pohon di hutan dan buah-buahan. Tiap-tiap manusia memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia menjadi pemiliknya sesuai dengan kaidah.
Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus, yakni bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.

d.      Mal ashl, mal tsamarah
            Yang dimaksud dengan mal Ashl adalah harta benda yang dapat menghasilkan harta lain.
Sedang mal tsamarah adalah harta benda yang tumbuh atau yang dihasilkan dari mal Ashl tanpa menimbulkan kerugian atau kerusakan atasnya.  Misalnya sebidang kebun menghasilkan buah-buahan. Maka, kebun merupakan maal al ashl, sedang buah-buahan merupakan maal al tsamarah

e.       Mal qishmah dan ghairu qishmah
Harta dilihat dari segi boleh dibagi atau tidak, oleh para fuqaha dibagi menjadi dua, yaitu mal qismah dan mal ghairu qismah.
1.      Mal qismah yaitu harta yang bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang. Contohnya yaitu sekarung gandum, sekarung kurma.
2.      Mal ghairu qismah yaitu harta yang tidak bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi akan rusak atau manfaatnya hilang. Contohnya yaitu kursi, meja.

f.       Mal khash dan ‘am
            Dari segi sifat peruntukannya, harta dibedakan menjadi mal khash (harta pribadi) dan malul ‘am (harta masyarakat umum).
Yang dimaksud dengan mal khash adalah harta benda yang dimiliki oleh pribadi seseorang dan orang lain tercegah menguasai atau memanfaatkannya tanpa seizin pemiliknya. Sedang yang dimaksud dengan mal ‘am adalah harta benda yang menjadi milik masayarakat yang sejak semula dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan umum.
Mal khas dapat berubah menjadi mal ‘am, demikian juga sebaliknya karena sebab-sebab sebagai berikut:
1.      Karena kehendak pemiliknya dan penguasanya. Seperti sebidang tanah untuk masjid atau sebidang tanah untuk pekuburan, sebelum diperuntukan bagi kepentingan umum adalah tergolong sebagai mal khas yang di kuasai pemiliknya. Demikian juga pemerintah berhak melelang harta umum sehinggan mal ‘am tersebut berubah menjadi milik pribadi atau mal khash.
2.      Karena ketetapan syara’ atau karena undang-undang. Seperti pembebasan tanah hak milik untuk kepentingan umum, penguasaan negara atas hak milik untuk fasilitas umum seperti untuk pasar, jalan dan lain sebagainya.

Dengan demikian mal ‘am (harta milik masyarakat umum) meliputi:
1.      Harta yang diperuntukan bagi kemaslahatan bersama, seperti berbagai fasilitas umum.
2.      Harta atau kekayaan negara yang hanya dapat dieksploitasi untuk kepentingan negara atau untuk kepentingan masyarakat umum.
3.      Harta pribadi yang manfaatnya diperuntukan bagi kepentingan umum

III.   KESIMPULAN
Menurut  Fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi, maka harta terdiri dari beberapa kategori yang memiliki ciri khusus dan hukum masing-masing.
Mal mitsli adalah harta yang terdapat padanannya di pasaran, tanpa adanya perbedaan atas bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat dikategorikan menjadi (1) al makilaat, (2) al mauzunaat, (3) al ‘adadiyaat, (4) al dziraiyaat. Sedangkan Mal qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau terdapat padanannya nilai tiap satuannya berbeda. Harta mitsli bisa berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya jika tergantung dari jumlahnya.
Mal al-isti’mali adalah harta yang dapat digunakan tanpa harus merusak bentuk fisiknya. Sedangkan Mal istihlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak bentuk fisik harta tersebut.
Dari segi statusnya, harta dibedakan menjadi mal mamluk, mal mahjur dan mal mubah. Mal mamluk adalah harta benda yang statusnya berada dalam pemilikan seseorang atau badan hukum seperti pemerintah atau yayasan. Mal mahjir adalah harta yang menurut syara’ tidak dapat dimiliki dan tidak dapat diserahkan kepada orang lain lantaran telah diwakafkan atau telah diperuntukan bagi kepentingan umum. Mal mubah (benda bekas) adalah segala harta selain yang termasuk kedua kategori benda diatas.
Yang dimaksud dengan mal Ashl adalah harta benda yang dapat menghasilkan harta lain. Sedangkan mal tsamarah adalah harta benda yang tumbuh atau yang dihasilkan dari mal Ashl tanpa menimbulkan kerugian atau kerusakan atasnya.
Mal qismah yaitu harta yang bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi tidak rusak dan manfaatnya tidak hilang. Sedangkan Mal ghairu qismah yaitu harta yang tidak bisa dibagi, yang mana apabila harta itu dibagi akan rusak atau manfaatnya hilang
Mal khash merupakan harta benda yang dimiliki oleh pribadi seseorang dan orang lain tercegah menguasai atau memanfaatkannya tanpa seizin pemiliknya. Sedang yang dimaksud dengan mal ‘am adalah harta benda yang menjadi milik masayarakat yang sejak semula dimaksudkan untuk kemaslahatan dan kepentingan umum.


Daftar Pustaka

https://www.facebook.com/fiqh.muamalah/posts/625546850839696
http://4bdulcholiq.blogspot.co.id/2011/04/mal-mamluk-mal-mubah-mal-mahjur.html
http://wiwikjepepara.blogspot.co.id/2015/09/makalah-fiqh-muamalah-terlengkap.html


[1] Dimyauddin djuawaini,pengantar Fiqh Muamalah,yogyakarta,Pustaka pelajar,2008,hal.25

Tidak ada komentar:

Posting Komentar