MAKALAH
Sistem
Inventasi
pada asuransi
syariah
Oleh
:
TAMAMI
Jurusan
:
EKONOMI BISNIS SYARIAH
Mata
Kuliah :
ASURANSI SYARIAH
Dosen
Pengampu :
ZAKI MUBAROK, M.SI.
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
SLAWI
- TEGAL- JAWA TENGAH
2016
SISTEM INVENTASI
PADA ASURANSI SYARIAH
I.
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Indonesia
merupakan Negara, dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam.
Namun demikian, perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru
berkembang kurang lebih 3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk
asuransi syariah.
Setelah itu, asuransi berbasis
syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan dengan pendirian divisi syariah.
Dengan terus berkembangnya produk-produk berbasis syariah, maka kita perlu
memahami secara khusus tentang asuransi syariah, diantaranya mengenai sistem
investasinya.
b. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
antara lain untuk memahami sistem investasi pada asuransi syariah.
c. Ruang
Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan makalah ini adalah
sekitar Pengertian, Landasan, PRinsip, serta Jenis-jenis investasi dalam
Asuransi Syariah.
II. PEMBAHASAN
a. Pengertian Investasi
Investasi
adalah menanamkan atau
menempatkan aset, baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan
akan memberikan hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya dimasa
mendatang. Sedangkan Investasi Keuangan adalah Menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan
akan meningkat nilainya di masa mendatang.
[1]
Kegiatan pembiayaan dan keuangan menurut syariah pada
prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh investor terhadap emiten untuk
memberdayakan pemilik usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dimana investor
berharap untuk memperoleh manfaat tertentu. Kegiatan pembiayaan
dan investasi keuangan pada dasarnya sama dengan kegiatan usaha lainnya, yaitu
memelihara prinsip kehalalan dan keadilan.
Definisi
Syariah ditinjau dari sudut terminology (definisi) Syariah adalah
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Sang Pencipta (Allah
SWT), serta hubungan antara manusia dengan manusia. Syariah mencakup seluruh
aktivitas yang dilakukan oleh seorang muslim dengan aturan aturan halal dan
haram, serta prilaku baik dan buruk. Syariah bertumpu pada kekuatan iman dan
budi pekerti (Akhlak) serata memiliki implikasi balasan baik didunia maupun
diakhirat.
Panduan
dalam pengamalan syariah mengacu pada dua sumber hukum Islam yaitu Al Qur’an
dan As Sunnah Nabi Muhammad SAW. Jadi Investasi Syariah adalah Kegiatan
Penempatan dana pada satu atau lebih jenis asset yang terhindar dari sifat Maysir, Gharar, dan Riba’.
b. Landasan Syar’i Investasi
1.
Firman Allah SWT dalam QS. An Nisaa ayat
29 :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…
2.
Hadits Nabi SAW :
“Perdamaian
dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan, kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.” (HR. Tarmidzi dari ‘Amr bin “Auf)
3.
Kaidah Fiqih :
اَلأَصْلُ
فِى اْلأَشْيَاءِ اْلإِ بَا حَة حَتَّى يَدُ لَّ اْلدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asal dari sesuatu (muamalah/keduniaan) adalah
mubah sampai ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya)” (Imam
As Suyuthi, dalam al Asyba’ wan Nadhoir: 43)
c. Prinsip-Prinsip Dasar Investasi
Prinsip dasar investasi asuransi syariah adalah bahwa
perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi terhadap dana yg
terkumpul dari peserta, dan investasi yg dimaksud harus sesuai dengan prinsip
syariah.
Keuntungan dalam pandangan islam memiliki aspek yang
holistik :
1. Aspek material atau finansial,
yaitu suatu bentuk investasi hendaknya menghasilkan manfaat yang kompetitif .
2. Aspek kehalalan, yaitu harus terhindar
dari bentuk dan prosedur yang subhat maupun haram.
3. Aspek sosial dan lingkungan, yaitu
memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.
4. Aspek pengharapan kepada ridho Allah,
yaitu segala bentuk investasi dalam rangka mencapai ridha Allah SWT.
Ada
beberapa bentuk investasi, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Investasi pada Aktiva Riil; Yaitu
investasi dalam bentuk yang dapat dilihat secara fisik, seperti Logam mulia; emas dan perak. Batu
Mulia; permata, intan, giok dan berlian. Property; Real estate, Rumah, Tanah,
toko, dan lain-lain.
2.
Investasi pada Aktiva Financial; Yaitu
investasi dalam bentuk yang biasanya diwakilkan dalam surat-surat berharga,
seperti surat berharga, deposito, sukuk,
Asuransi dan lain-lain. Cara dalam
berinvestasi pada Aktiva Financial dilakukan dengan :
·
Investasi secara Langsung; Dengan
memiliki surat berharga tersebut maka pemilik surat berharga tersebut dapat
menentukan jalanya kebijaksanaan yang juga berpengaruh pada investasi surat
berharga yang dimilikinya. Contoh: Saham.
·
Investasi secara Tidak Langsung;
Pengelolaan surat berharga tersebut diwakilkan oleh suatu badan atau lembaga
yang mengolah investasi para pemegang surat berharganya untuk sedapat mungkin
menghasilkan keuntungan yang memuaskan para pemegang surat berharga. Contoh:
Reksadana
d. Investasi Yang Islami
Prinsip-prinsip investasi yang islami antara lain :
1. Rabbani, yaitu meyakini bahwa apapun yang
diinvestasikan, keuntungan dan kerugiannya, serta semua pihak yang terlibat
ialah kepunyaan Allah, sehingga semua pihak yang bertransaksi akan senantiasa
memposisikan Allah SWT sebagai saksi dan pengawasnya.
2. Halal, yaitu terhindar dari subhat dan haram.
3. Maslahah, yaitu bermanfaat bagi masyarakat.
e. Investasi Yang Terlarang
Investasi
yang terlarang secara syar’i antara lain :
1. Investasi yang subhat
(diragukan
halal maupun haramnya).
2. Investasi yang haram (sudah jelas unsur
haramnya). Haram disini mencakup Haram pada Sistem/Prosedur, maupun Haram pada
jenis Produk/Jasa yang diinvestasikan.
f. Pengelolaan Investasi Pada Asuransi
Syariah
Prof. Ali Mustafa Ya’qub[2] mengatakan bahwa salah satu bentuk pengeloaan dana
asuransi yang paling dominan adalah menginvestasikan dana yang terkumpul dari
premi.
Jika
investasi tersebut dilakuan dalam bentuk pernyertaan modal dalam sebuah
perusahaan maka pihak asuransi harus mengetahui bahwa perusahaan tersebut tidak
memperjual belikan barang-barang yang diharamkan.
Seandainya investasi dalam bentuk deposito maka pihak
asuransi harus mengetahui bahwa bank tempat dana asuransi tersebut
didepositokan adalah bank—bank yang beroperasi tidak dengan sistem bunga tetapi
dgn sistem bagi hasil (mudharabah).
1.
Portofolio
Investasi
Tujuan utamanya adalah tidak lain untuk mendapatkan hasil
yang optimal dgn risiko yang minimal.
– Diversibel risk, yaitu resiko yang unik dari suatu bentuk investasi
yakni risiko bisnis dan risiko keuangan.
– Non diversibel risk, yaitu resiko yg terjadi karena adanya peperangan, inflasi,
peristiwa-peristiwa international atau karena politik.
Bisnis
yang menguntungkan adalah bisnis yang keuntungannya tidak hanya terbatas bagi
kehidupan didunia, namun juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang
berlipat ganda.
2.
Instrumen
Investasi Pada Asuransi Syariah
Beberapa instrumen investasi syariah atau islami yang
sudah ada saat ini dan menjadi outlet investasi bagi asuransi syariah adalah
a. investasi ke bank-bank umum syariah
(Seperti
Bank Muamalat)
b. investasi ke bank umum yang memiliki cabang syariah (seperti
BNI Syariah)
c. investasi ke bank perkreditan rakyat syariah dan baitul
mall wat tamwil
d. investasi ke perusahaan-perusahaan yang tidak menjual
barang-barang haram atau maksiat dengan sistem mudharabah,
wakalah dan wadiah.
Jenis
Investasi Syariah yang diimplemantasikan pada perusahaan asuransi syariah di Indonesia
[4],
antara lain :
a.
Deposito Mudharabah
b.
Obligasi Syariah
c.
Reksadana Syariah
d.
Saham
e.
Penyertaan Langsung
f.
Bangunan
g.
Pembiayaan Mudharabah
h.
Pembiayaan Bai Bithaman Ajil
i.
Hipotik
Dalam KMK terbaru investasi
yang diperkenankan untuk asuransi syariah adalah sbb :
1. Deposito berjangka
2. Saham pada BEJ
3. Obligasi dengan rating terendah A
4. Surat berharga yg diterbitkan pemerintah
5. Unit penyertaan reksa dana
6. Penyertaan langsung
7. Bangunan dgn strata title
8. Pinjaman polis
9. Pembiayaan tanah atau bangunan kendaraan dan barang modal dengan skema murabahah
10. Pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah
g. Investasi dalam Emas
Menurut
Sonny B Sofjan, seorang penulis buku Quantum Resign, investasi dalam bentuk
emas lebih menguntungkan jika dibandingkan asuransi pendidikan. "Alasannya
adalah inflasi yang selalu melekat pada uang.
Jadi,
walaupun saat ini produk asuransi itu bernilai besar, namun pada saat dana itu
cair –katakanlah 10 tahun dari sekarang—, tetap saja nilainya sudah tidak cukup
untuk menutupi seluruh biaya pendidikan 10 tahun dari sekarang. Artinya, kita
tetap harus menyediakan sejumlah uang untuk menutupi kekurangannya pada saat
itu,"
Dalam
deret hitung waktu penyimpanan, volume emas tidak bertambah, tetapi secara
nilai terhadap uang, nilainya terus meningkat. Di sinilah para orang tua
memanfaatkan emas, yang akibat persediaannya di alam terbatas, maka nilainya
terus meningkat bila dibandingkan dengan nilai uang yang kita pegang.
Kalau
kita terjemahkan dalam bahasa saat ini, emas bisa menjadi inflation shield bagi uang kita yang nilainya terus menurun akibat
tergerus inflasi. Dengan emas, kita bisa mengamankan nilai uang dari
kemungkinan tergerus inflasi karena sifat emas yang nilainya terus meningkat
terhadap uang mengikuti harga di pasaran.
h. Kerancuan Produk Non Saving dalam Asuransi Syari’ah
Di dalam praktik asuransi syariah ada beberapa hal yang
rancu antara praktik dengan konsep perekonomian Islam. Kerancauan tersebut
dapat menghantarkan asuransi syari’ah ke tepi jurang penyelewengan syari’ah.
Untuk itulah, menurut kami perlu melakukan pengkajian ulang terhadap praktik
yang telah berkembang.
Setidaknya—khusus produk non saving—terdapat dua hal yang
perlu kita diskusikan, yaitu:
Pertama,
pengelolaan dana pada produk non saving belum sesuai dengan akad tabarru’ yang
menggunakan prinsip hibah. Hal ini dapat kita ketahui dengan adanya kebijakan
lembaga tentang manfaat pada produk non saving, yang menyatakan bahwa “bila
peserta hidup (tidak tertimpa musibah), sampai perjanjian selesai, maka peserta
akan mendapatkan bagian keuntungan atas rekening tabarru’ yang ditentukan oleh
perusahaan dengan skema mudharabah”. Yang menjadi pertanyaan dari kebijakan
tersebut adalah kenapa peserta dengan akad tabarru’ masih bisa mendapatkan
bagian dari hasil pengelolaan dana tabarru’?. Bukankah seharusnya keuntungan
dari pengelolaan dana tabarru’ itu kembali lagi pada rekening tabarru’?. Karena
jika peserta masih mendapatkan keuntungan dari hasil dana tabarru’, maka secara
tidak langsung kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip hibah yang
menyatakan bahwa “tidak boleh bagi pemberi hibah mengambil balik pemberiannya”.
Prinsip hibah tersebut didukung dengan hadis Nabi SAW:
الْعَا
ئِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبُ يَقئ ثُمَّ يَعُوْدُ فِى قَيْئِهِ (رواه أبو داود و
النسائ)
Artinya: Orang yang menarik kembali
hibahnya, sama dengan anjing yang menjilat kembali muntahannya. (HR Adu Daud dan Nasa`i)
لَا
يَحِلُّ لِرِجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يعطى العطيّة ثُمَّ يَرْجِعُ فِيْهاَ اِلّا
الوَالِد فِيْمَا يعطى ولده
Artinya: Tidak seorang pun boleh menarik kembali pemberiannya kecuali pemberian
ayah kepada anaknya. (HR. Ahmad)
Kedua,
telah kita ketahui bersama bahwa sistem ekonomi syari’ah salah satunya untuk
menanggulangi terjadinya gharar (ketidakpastian), namun ternyata dalam auransi
syari’ah nampaknya belum bisa bersih dari hal semacam itu. Hal ini dapat kita
lihat dari kebijakan pada produk non saving tentang “jika peserta mendapat
musibah dalam masa perjanjian akan mendapatkan manfaat dan jika tidak mendapat
musibah maka premi yang telah dikeluarkan tidak dikembalikan”. Yang menjadi
masalah diri kebijakan tersebut adalah hal tersebut diperjanjikan. Sehingga
dari praktik tersebut, jika dilihat dari sudut peserta, akan nampak seperti
orang main judi, jika dia “dapat” maka dia akan memperoleh manfaat, namun jika
dia tidak “dapat” maka uangnya tidak kembali. Hal inilah yang menurut kami
mengandung unsur ghara (ketidakpastian) dalam asuransi syari’ah khususnya
produk non saving.
III.
KESIMPULAN
Investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset, baik berupa harta
maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan hasil pendapatan atau
akan meningkatkan nilainya dimasa mendatang. Sedangkan Investasi
Keuangan adalah menanamkan dana pada
suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang.
Investasi
Syariah adalah Kegiatan Penempatan dana pada satu atau lebih jenis asset yang
terhindar dari sifat Maysir, Gharar, dan
Riba’.
Landasan
Syar’i Investasi adalah QS. An Nisaa ayat 29, HR. Tarmidzi dari ‘Amr bin “Auf,
dan kaidah Hukum asal dari sesuatu
(muamalah/keduniaan)
Prinsip dasar investasi asuransi syariah adalah bahwa
perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi terhadap dana yg
terkumpul dari peserta, dan investasi yg dimaksud harus sesuai dengan prinsip
syariah.
Keuntungan dalam pandangan islam memiliki aspek yang
holistik : (1) Aspek
material atau finansial, (2) Aspek kehalalan, (3) Aspek sosial dan lingkungan, (4) Aspek pengharapan kepada ridho Allah,
Investasi pada Aktiva Riil; Yaitu
investasi dalam bentuk yang dapat dilihat secara fisik, sedangkan Investasi
pada Aktiva Financial; Yaitu investasi dalam bentuk yang biasanya diwakilkan
dalam surat-surat berharga.
Prinsip-prinsip
investasi
yang islami antara lain : (1) Rabbani, (2) Halal, (3) Maslahah.
Investasi
yang terlarang secara syar’i antara lain : (1) Investasi yang subhat, (2) Investasi yang haram.
Daftar
Pustaka
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and
General) : Konsep dan Operasional, (Jakarta : Gema Insani Press, 2004). Hal.
359-386.
https://bumiislam.wordpress.com/2013/11/13/dalil-kaidah-fiqh-hukum-asal-dalam-beribadah-adalah-haram/comment-page-1/
http://syariahinvestasiyes.blogspot.co.id/2011/09/prinsip-dasar-investasi-secara-syariah.html
http://www.ayopreneur.com/investasi/investasi-emas-ternyata-lebih-untung-dari-asuransi-lhoo
http://ilatindra.blogspot.co.id/2013/06/asuransi-syariah.html
[1] Iwan P. Pontjowinoto,
Prinsip Syariah Di Pasar Modal (Pandangan Praktisi), 2003, Modal Publications,
Jakarta, hlm 45.
[2] Ali Mustafa Ya’qub.
Pengelolaan Dana Asuransi Syari’ah. 2001 (makalah)
[3] Lawrence J. Gitman &
Michael D. Joehnk. Op. Cit., Hlm 124&555.
[4] Nurmansyah Lubis, Akuntansi
dan Investasi Dalam Asuransi Syariah Suatu Pengantar, Materi Training Certified
Islamic Insurance Specialist (CIIS), BPPK-AASI, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar