Minggu, 19 Juni 2016

PENGERTIAN JUAL BELI, MACAM – MACAM JUAL BELI DAN HUKUM JUAL BELI - NUR AJIZAH




PENGERTIAN JUAL BELI, MACAM – MACAM JUAL BELI DAN HUKUM JUAL BELI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
           Atas dasar  pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu kegiatan yang di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad).
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini disyariatkanberdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’. Hukum jual beli pada dasarnya dibolehkan oleh ajaran islam.
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).
Barang- barang yang terlarang diperjual belikan adalah : barang yang haram dimakan, khamar, buah-buahan yang belum dapat dimakan,air, barang-barang yang samar dan barang- barang yang dapat dijadikan sarana ma’shiyat.

B.     Rumusan  Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan  jual beli ?
b.      Bagaimana Hukum jual beli ?
c.      Sebutkan Macam-macam jual beli !




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Jual Beli
            Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad).
Jual beli secara lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak menggunakan akad. Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-masing bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
B. Hukum Jual Beli
Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dilarang beliau SAW.
Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu.Menurut Imam al-Syathibi, pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib.Imam al-Syathibi memberi contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik).Apabila seorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, maka menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga.
Dalam hal ini menurutnya, pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal ini sama prinsipnya dengan al-Syathibi bahwa yang mubah itu apabila ditinggalkan secara total , maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila sekelompok pedagang besar melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh memaksa mereka untuk berdagang beras dan pedagang ini wajib melaksanakannya .demikian pula, pada kondisi-kondisi lainnya.

             Landasan Hukum Jual Beli
Landasan Syara’: Jual beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Yaitu :
a.       Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:
الرِّبَ  وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ 
Artinya: “ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
تَقْتُلُوا وَلا مِنْكُمْ تَرَاضٍ عَنْ تِجَارَةً تَكُونَ أَنْ إِلا بِالْبَاطِلِ بَيْنَكُمْ أَمْوَالَكُمْ تَأْكُلُوا لا آمَنُوا الَّذِينَأَيُّهَا يَا
                                                                     رَحِيمًا بِكُمْ كَانَ إِنَّ إأَنْفُسَكُمْ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).
b.      Berdasarkan Sunnah
       Rasulullah Saw. Bersabda: 
      “dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah yangpaling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim).



        Rasulullah Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka (saling meridhoi) (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
c.       Bardasarkan Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

             Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkanpertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:[4]
a.       Bai’ (penjual)
b.      Mustari (pembeli)
c.       Shighat (ijab dan qabul)
d.      Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).

    Syarat Jual-beli
Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu :
a.  Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli
b.  Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
c.   Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijabqabul).




Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:
a.  Agar tidak terjadi penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat membedakan (memilih).
b.  Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
c.  Dewasa atau baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:
a.  Bersih atau suci barangnya
Tidak syah menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.
b.  Ada manfaatnya: jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
c.  Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sulit mendapatkannya.
d.   Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
e.   Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.

C.  Macam – macam Jual Beli
Merut para jumhur ulama jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, di lihat dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam yaitu :
1)      Jual beli yang sah,adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan  syara’, baik rukun maupun syaratnya, syarat jual beli antara lain  :
1.      Barangnya suci
2.      Bermanfaat
3.      Milik penjual (dikuasainya )
4.      Bisa di serahkan
5.      Di ketahui keadaannya
2)      Jual beli yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak.
     Jual beli yang di larang dalam islam
Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak  menurut jumhur ulama. Berkenaan dengan jual beli yang di larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut :
1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik.
 Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini :
a.   Jual beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
b.  Jual beli anak kecil
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara – perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah.
Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak kecil dianggap sah jika diizinkan walinya.
c. Jual beli orang buta
                 Jual beli orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ).     
d.  Jual beli fudhul
Adalah jual beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli fudhul tidak sah.
e.  Jual beli orang yang terhalang
Maksudnya adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
2.  Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang di jadikan alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
a.       Jual-beli benda yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b.      Jual-beli barang yang tidak dapat di serahkan
c.       Jual-beli gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)
d.      Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis.
e.       Jual-beli barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
3.      Terlarang sebab syara’
a.       Jual-beli riba
b.      Jual-beli barang yang najis
Barang yang diperjual belikan harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh (haram) berjual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai, babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
           Nabi saw. Bersabda ;
اِنّ ا للهَ تعالى حَرَّم بَيْعَ اْلخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ . (رواه الشيغان)
Artinya : “ Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing, dan berhala.”(bukhari dan muslim)

c.       Jual-beli dengan uang dari barang yang diharamkan
d.      Jual-beli barang dari hasil pencegatan barang
e.       Jual-beli waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9, yaitu:
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
f.       Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
g.      Jual-beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
h.      Jual-beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
i.        Jual-beli memakai syarat.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya penjual, pembeli, adanaya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.


















Daftar Pustaka


Rasyid Sulaiman, 2010, Fiqih Islam,Sinar Baru Algensindo, Bandung
Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih Muamalah, Ratu Jaya, Medan
Syafe’i Rachmat, 2006, Fiqih Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka Setia, Bandung
Imran Ali, 2011, Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah, CV. Media  Perintis, Bandung
Moh, Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih Islam Lengkap,CV. Toha Putra, Semarang
Moh. Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra Semarang




















Macam-macam jual beli
             Jual beli dapat ditinjau dari berbragai segi, yaitu:
a.       Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
1)      Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad, barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
2)      Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang ditempat akad berlangsung.
3)      Jual beli benda yang tidak ada,  Jual beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam.
b.      Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
1)      Dengan lisan,  akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu dapat diganti dengan isyarat.
2)      Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.
3)      Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi membolehkannya.
c.       Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
1)   Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.
2)   Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.
Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga, yaitu:
1)   Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
2)   Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
a.       Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti jual beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.
b.      Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai dan khamar.
c.       Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.
d.      Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung, salib atau buku-buku bacaan porno.
e.       Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih bergantung pada induknya.[9]
namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya. Misalnya :
a)      jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika berlangsungnya akad.
b)      Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya dengan harga murah
c)      Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
d)     Jual beli barang rampasan atau curian.
e)      Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.

2.6  Manfaat dan Hikmah Jual Beli
1)      Manfaat jual beli :
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain :
a)      Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.
b)      Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama suka.
c)      Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
d)     Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram.
e)      Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah swt.
f)       Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
2)      Hikmah jual beli
Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut :
            Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini, taka da satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar, dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.




Riba secara bahasa adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan menurut syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk barang sejenis maupun uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya.
Riba terbagi kepada 4 bagian :
1.      Riba fadhli
2.      Riba qadi
3.      Riba yad
4.      Riba nasa
1. Jual beli yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan dalam Islam. Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam.
Begitu juga jual beli yang melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
2. Barang yang tidak ia miliki
Misalnya, seorang pembeli datang kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerennya reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm : “Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“ Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu. [HR Tirmidzi]. “
3. Jual beli Hashat.
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan dan penipuan.
4. Jual beli Mulamasah.
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang berkata:  “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
5. Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Dan Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti yang terdapat di dalam hadist :
"Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya," (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).       
Tentunya masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat, khususnya diwaktu jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang sebelum diterima, kemudian makelar atau calo yang menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu semua merupakan jual-beli yang dilarang dalam Islam.

Barang yang tidak boleh diperjualbelikan:
1.    Khamer (Minuman Keras)
Dari Aisyah ra, ia berkata: Tatkala sejumlah ayat akhir surat al-Baqarah turun, Nabi saw keluar (menemui para sahabat) lantas bersabda (kepada mereka), “Telah diharamkan jual beli arak.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bari IV: 417 no: 2226, Muslim III: 1206 no: 1580, ‘Aunul Ma’bud IX: 380 no: 3473, dan Nasa’i VII: 308).
2.    Bangkai, Babi dan Patung
Dari Jabir bin Abdullah ra, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda ketika Beliau di Mekkah pada waktu penaklukan kota Mekkah, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan patung.” Rasulullah saw ditanya, “Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena itu dipergunakan untuk mengecat perahu-perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerangan lampu oleh orang-orang?”  Beliau jawab, “Tidak boleh, karena haram.” Kemudian Rasulullah saw pada waktu itu bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi, karena ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, justeru mereka mencairkannya, lalu menjualnya, kemudian mereka makan harganya
3.    Anjing
Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra, bahwa Rasulullah saw melarang harga anjing, hasil melacur, dan upah dukun. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 426 no: 2237, Muslim III: 1198 no: 1567, ‘Aunul Ma’bud IX: 374 no: 3464, Tirmidzi II: 372 no: 1293, Ibnu Majah II: 730 no: 2159 dan Nasa’i VII: 309).
4.    Gambar yang Bernyawa
. Aku mendengar Beliau bersabda, “Barang siapa yang melukis satu gambar, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya hingga ia meniupkan ruh padanya, padahal ia tidak mungkin selam-lamanya meniupkan ruh padanya.”
5.    Buah-Buahan yang Belum Nyata Jadinya
Dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, bahwa beliau melarang menjual buah-buahan hingga nyata jadinya dan kurma hingga sempurna. Beliau ditanya, “Apa (tanda) sempurnanya?” Jawab Beliau “Berwarna merah atau kuning.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 6928 dan Fathul Bari IV: 397 no: 2167).
Darinya (Anas bin Malik) ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah-buahan sebelum sempurna. Kemudian Beliau ditanya, “Apa (tanda) sempurnanya?” Beliau menjawab, “Hingga berwarna merah.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Bagaimana pendapatmu apabila Allah menghalangi buah itu untuk menjadi sempurna, maka dengan alasan apakah seorang di antara kamu akan mengambil harta saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari: IV: 398 no: 2198 dan lafadz ini milik Imam Bukhari, Muslim III: 1190 no: 155 dan Nasa’i VII: 264).
6.    Biji-Bijian yang Belum Mengeras
“Dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw melarang menjual buah kurma hingga nyata jadinya, dan (melarang) menjual gandum hingga berisi serta selamat dari hama; Beliau melarang penjualnya dan pembelinya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 917, Muslim III: 1165 no: 1535, ‘Aunul Ma’bud IX: 222 no: 3352, Tirmidzi II: 348 no: 1245 dan Nasa’i VII: 270).
Oleh karenanya, manusia harus menyadari akan keterlibatan orang lain dalam suatu kehidupan ini, yaitu saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama-sama, dan mencapai tujuan hidup yang lebih maju.
Ajaran islam yang dibawa Muhammad ini memiliki sisi keunikan tersendiri, dimana didalam ajaean tersebut tidak hanya bersifat komprehensif, tapi juga bersifat universal. Komprehensip berarti mencakup seluruh aspek kehidupan, baik ritual, ataupun social (hubungan antara sesamam makhluk). Seda ngkan Universal bisa diterapkan kapan saja, hingga hari akhir.
yaitu membentuk dan mewujudkan perubahan terhadap pola kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi, yaitu tentang suatu perdagangan, sebagaimana firman Allah :
يا أيها الذين امنوا ألاتأكلوا اموالكم بينكم باالباطل إلا أنتكون تجارة عن تراض منكم …..
وأحل الله البيع وحرم الربا

Konklusi ayat diatas menunjukkan diperbolehkannya jual beli yang saling menguntungkan, dan dilarang merampas harta orang lain dengan cara menipu atau berbuat kecurangan.
Transaksi salam, sebagaiman model transaksi jual beli lainnya telah ada, bahkan sebelum kedatangan Nabi Muhammad, sebagai bentuk transaksi yang ada sejak lama,dan ipraktekkan dalam masyarakat luas. Dalam transaksi ini terlampir seperangkat aturan yang trcantum dalam Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’ para Ulama’. Akan tetapi dengan adanya berkembangnya kemajuan zaman, yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, mebawa manusia pada perubahan secara signifikan. Contoh kecil, perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat pesat akhir-akhir ini, telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat, bagaimana tidak, kalo adanya digunakan sebagai alat transaksi bisnis jarak jauh (E-Commerce / non face), yang hanya melakukan pertukaran data.
3.Transaksi secar online Ec-Coomerce : transaksi jual beli dengan cara memesan barang secara online, lewat photo shop, secara maya, hanya dengan salintukar data informasi.

Dari penelitian sementara dapat disimpulkan bahwa transaksi salam (pesanan) diperbolehkan, akan tetapi transaksi salam secar online masih belum titik kejelasan, sebab itulah perlu ditelaah ulang untuk mendapatkan bukti apakah adanya kehadiran teks dalam dua wahyu tersebut dapat merubah posisi, hingga aturan dalam islam memang dapat dibuktikan akan ke-aktualan dan faktualnya, serta system perekonomian islam tidak tertinggal jauh oleh zaman.
kemudian ditela’ah sesuai analisis ilmiah, melalu pertimbangan Al-Qur’anm hadits dan ijma’, yang akhirnya bisa dijadikan hujjah untuk dikonsumsi ditengah-tengah masyrakat. Serta penelitian ini akan membahas sejauh mana dampak dan pengaruh transaksi secara online atau E-Commerce pada kehidupan manusia.

A.Penegertian Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Syar’i
Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, yang hanya secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”. Sedangkan para fuqaha’ menyebutnya dengan al-Mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang tidak ada di tempat, sementara dua pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.
Jual beli pesanan dalam fiqih islam disebut as-salam sedangkan bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahsa penduduk iraq as-salaf. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama, sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad bay’salam, beliau menggunakan kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut merupakan kata yang sinonim. 
Secar terminology ulama’ fiqih mendefinisikannya : 
بيع اجل معاجل او بيع شيئ موصوف في الذمة اي انه يتقدم فيه رأس المال ويتأخر المثمن لأجله
“manjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”.
Sedangkan Ulama’ Syafi’yah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut : 
عقدعلى موصوف بذمة مقبوض بمجلس عقد
“akad yang disepakati dengan menentukan cirri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majelis akad”.
Dengan adanya pendapat pendapat diatas sudah cukup untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, dimana inti dari pendapat tersebut adalah; bahwa akad salam merupakan akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya diserahkan kemudian, tapi cirri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya.
Dalam islam dituntut untuk lebih jelas dalam memberikan sutu landasan hukum, maka dari itu islam melampirkan sebuah dasar hukum yang terlampir dalam al-Qur’an, al-Hadits dan Al-hadits, ataupun Ijma’. Perlu diketahui sebelumnya mengenai transaksi ini secara khusus dalam al qur an tidak ada yang selama ini dijadikan landasan hokum adalah transaksi jual beli secara global, karna bay salam termasuk salah satu jual beli dalam bentuk khusus, maka hadist Nabi dan ijma’ ulama’ banyak menjelaskannya dan tentunya Al-Qur’an yang membicarakan secara global sudah mencakup atas diperbolehkannya jual beli akad salam. Adapun landasan hokum islam mengenai hal tersebut adalah : 
a.Ayat tentang bay as-salam
الذين يأكلون الربوا لايقومون إلا كما يقول الذي يتخبطه الشيطن من المس ذلك بأنهم قالوا إنماالبيع مثل الربوا وأحل الله البيع وحرم الربوا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ماسلف وامره إلى الله ومن عاد فالئك اضحاب النار هم فيها خالدون
ياايهالذين أمنوا إذا تداينتم بدين الى اجل مسمى فاكتبوه واليكتب بينكم كاتب بالعدل ولا يأب كاتب أنيكتب كماعلمه الله فاليكتب واليملل الذي عليه الحق واليتق الله ربه …… 
b.Hukum tentang bay assalam
Adapun hadits tentang dasar hokum diperbolehkannya transaksi ini adalah, sebagaimana riwayat Hakim bin Hizam :
عن حكيم بن حزام ان النبي صلى الله عليه وسلم قال له لاتبع ما ليس عندك
“dari hakim bin hizam, sesungguhnya Nabi bersabda : janganlah menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة وهم يسلفون في الثمر السنتين والثلاث فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أسلف في شيئ ففي كيل في ثمر معلوم ووزن معلوم إلى اجل معلوم (رواه البخاري)
“dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, Nabi dating kemadinah, dimana masyrakat melakukan transaksi salam (memesan) kurma selama dua tahun dan tiga tahun, kemudian Nabi bersabda, barang siapa melakukan akad salam terhadap Sesutu, hendaklah dilakukan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan sampai batas waktu yang jelas.
Dalam transaksi salam ini diperlukan adanya keterangan mengenai pihak-pihak yang terlibat, yaitu orang yang melakukan transaksi secara langung, juga syarat-syarat ijab qabul, yaitu :
a.Pihak-pihak yang terlibat 
Adapun pihak-pihak yang terlibat langsung adalah al-muslim dimana posisinya sebagai pembeli atau pemesa, dan juga muslim ilaihi, dimana posisinya sebagai orang yang di amanatkan untuk memesan barang dan Juga barang yang di maksudkan.
Sedangkan syarat dari penjual dan pemesan, penulis hanya bisa menyimpulkan sedikit, yaitu mereka belum termasuk sebagai golongan-golongan orang-orang yang dilarang bertindak sendiri, seperti anak-anak kecil, gila, pemboros, banyak hutangnya, atau yang lainnya.
b.Syarat-syarat ijab qabul
pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan secara lisan, tulisan (surat menyurat, isyarat yang dapat memberi pengertian yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melakukan ijab qabul. Adapun syarat-syaratnya adalah :
-Dilakukan dalam satu tempo
-Antara ijab dan qabul sejalan
-Menggunakan kata assalam atau assalaf
-Tidak ada khiyar syarat (hak bagi pemesan untuk menerima pesanan atau tidak)
B.Pengertian Jual beli dengan Akad Salam Secar online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas System Pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanp face to face, akan tetapi didalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya adalah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap.
Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam akad salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan tempat yang berbeda.
C.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembelian Secara Online (E-Commerce)
Sebagaimana keterangan dan penjelasan mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam hokum islam, kalo dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tapi kalo kita coba lebih telaah lagi dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan : 
الأصل في المعاملة الإباحة حتى يدل الدليل لعلى تحرمه
Dengan melihat keterangan diatas dijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan hokum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selamjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik leh muslim maka baiklah dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Albaqarah 275 dan 282 diatas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar