Minggu, 19 Juni 2016

MAKALAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK)





MAKALAH
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
(PHK)



Oleh :
NUR AJIZAH
TAMAMI
TUNISYA FEBY SAFITRI

Jurusan :
EKONOMI BISNIS SYARIAH

Dosen Pengampu :
FAIZIN, S.Sos.I, M.Kesos.







SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
SLAWI - TEGAL- JAWA TENGAH
2016


REKRUTMEN DAN SELEKSI

I.         PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya. Untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan melakukan pekerjaan. Bekerja dapat dilakukan secara sendiri maupun bekerja pada orang lain. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja antara pekerja dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan ke dalam suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja tersebut memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan pengusahanya seperti pendapatan upah/ gaji dan keselamatan kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.
Berbeda halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak yaitu oleh pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK yang tidak disangka-sangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Namun, mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan bahwa mereka harus menjalani PHK.
Dalam menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan yaitu pengusaha dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan PHK, terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa mendapatkan apa yang menjadi hak mereka setelah di PHK.
         
b.      Tujuan
          Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.      Mengetahui konsep dasar dan tujuan pemutusan hubungan kerja
2.      Mengetahui beberapa sebab pemutusan hubungan kerja, dan
3.      Mengetahui beberapa hak pekerja/karyawan setelah di PHK

c.       Ruang Lingkup Pembahasan
          Lingkup pembahasan makalah ini adalah sekitar konsep, tujuan, sebab dan hak pekerja yang di PHK.

II.      PEMBAHASAN
a.      Pengertian PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

stilah pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada hubungan lagi.

b.      Konsep dasar PHK
Pemutusan hubungan kerja tidak dapat dilaksanakan begitu saja oleh perusahaan, melainkan harus mendapat perhatian yang serius dari pimpinan perusahaan. Hal itu dikarenakan PHK telah diatur oleh undang-undang dan memberikan risiko bagi perusahaan maupun untuk karyawan yang bersangkutan. Sehingga perusahaan harus menggunakan banyak pertimbangan untuk melakukan PHK pada karyawannya. Menurut Tulus (1993)perusahaan harus melakukan hal sebagai berikut terkait dilakukannya PHK :
·         Memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu yang timbul akibat dilakukannya tindakan pemutusan hubungan kerja
·         Menjamin agar karyawan yang dikembalikan ke masyarakat harus berada dalam kondisi sebaik mungkin.

c.       Tujuan PHK
Tujuan Pemutusan Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1.      Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
2.      Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik, kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.[1]

d.      Sebab-sebab PHK
Pasal 153 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
1.      Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
2.      Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3.      Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4.      Pekerja/buruh menikah,
5.      Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,
6.      Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
7.      Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
8.      Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9.      Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,
10.  Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan. (Husni, 2010)


Prinsip-prinsip dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan hubungan kerja.
Maka alasan pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1.      Undang-Undang
Undang-undang dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang sudah habis izinnya.
2.      Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan kesalahan besar
3.      Keinginan karyawan
Buruh dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.      Pensiun
Ketika seseorang telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang disepakati.
5.      Kontrak kerja berakhir
6.      Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan perundang-undangan  ketenagakerjaan yang berlaku.
7.      Meninggal dunia
8.      Perusahaan dilikuidisasi
Karyawan dilepas jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.[2]

D.    Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.[3]
1.      Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan pemberhentian sementara.
·         Sementara tidak bekerja
Terkadang para karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan dan memiliki aturan masing-masing.

·         Pemberhentian sementara
Berbeda dengan sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.

2.      Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan kematian.
·         Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali ileh pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan karyawan di masa depan.
·         Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja dengan sukses.
·         Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.
Menurut Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu:
1.      Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang hubungan kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk musiman, Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena disangkatelah berbuat tindak pidana kejahatan.
2.      Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan kerja antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja. [4]
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis, diantaranya:[5]
1.      Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover) hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan pribadi.
2.      Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan lagi oleh organisasi (Lay Off).
3.      Pemberhentian karena sudah mencapai umur  pensiun (Retirement). Saat berhenti biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
4.      Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang dilakukan pekerja.

Melalui dua sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian hubungan kerja (PHK) adalah:
a.       Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan tujuan yang jelas. 
b.      Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen dapat disebabkan 4 hal, yaitu
·         Keinginan sendiri
·         Kontrak yang Habis
·         Pensiun
·         Kehendak Perusahaan

Permberhentian Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur sebagai berikut:[6]
a.       Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
b.      Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
c.       Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
d.      Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
e.       Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi dengan:
·         Mengurangi shift kerja
·         Menghapuskan kerja lembur
·         Mengurangi jam kerja
·         Mempercepat pensiun
·         Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara[7]

e.       Hak pekerja setelah di PHK
Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
·         masa kerja kurang dari 1 tahun  = 1 bulan upah
·         masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
·         masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
·         masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
·         masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun  = 7 bulan upah
·         masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun  = 8 bulan upah
·         masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah
Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 sebagai berikut :
·         masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
·         masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
·         masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
·         masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
·         masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
·         masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
·         masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
·         masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.
Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi PHK?
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU No.13/2003 :
·         Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
·         Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
·         Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
·         Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama

Apa saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan?
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
·         upah pokok
·         segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.
Berapa banyak uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK?
Untuk memudahkan, berikut adalah tabel banyaknya uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK :
Jenis PHK
Uang Pesangon (X Gaji per bulan)
Uang Penghargaan (X Gaji per bulan)
Uang Penggantian Hak (X Gaji per bulan)
Uang Pisah (X Gaji per bulan)
Pengunduran diri secara baik-baik


1X

Pengunduran diri mengikuti prosedur 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri


1X
1X
Berakhirnya kontrak kerja waktu tertentu untuk pertama kali


1X

Pekerja Mencapai Usia Pensiun Normal
2X
1X
1X

Pekerja Meninggal Dunia
2X
1X
1X

Pekerja Melakukan Kesalahan Berat


1X
1X
Pekerja Melakukan Pelanggaran Ringan
1X
1X
1X

Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan & Pekerja Tidak Bersedia
1X
1X
1X

Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan & Pengusaha Tidak Bersedia
2X
1X
1X

Perusahaan Tutup Karena Merugi
1X
1X
1X

Perusahaan melakukan efisiensi
2X
1X
1X

Perusahaan Pailit
1X
1X
1X

Pekerja Mangkir Terus-Menerus


1X
1X
Pekerja Sakit Berkepanjangan dan cacat akibat kecelakaan kerja
2X
2X
1X

Pekerja ditahan oleh pihak berwajib

1X
1X

Adakah contoh kasus untuk memperjelas bagaimana perhitungan uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah?
Ada. Contoh kasus : Bp. Sarwono adalah karyawan PT. Makmur Jaya yang bergerak dalam bidang peralatan kesehatan dengan masa kerja 14 tahun. Dua tahun terakhir pemesanan terus menurun sehingga perusahaan harus melakukan pengurangan beberapa karyawannya termasuk Bp. Sarwono.  Gaji terakhir yang diterima Bp. Sarwono adalah Rp. 4.300.000,- dengan perincian sbb
1.      Gaji pokok                       : Rp. 2.400.000
2.      Tunjangan Tetap               :
o    Tunjangan masa kerja      : Rp. 400.000
o    Tunjangan jabatan            : Rp. 400.000
3. Tunjangan Tidak Tetap      :
·         Tunjangan makan             : Rp. 550.000
·         Tunjangan kehadiran        : Rp. 550.000
Bp. Sarwono juga masih memiliki sisa cuti tahunan berbayar yang belum diambil yaitu sebanyak 7 hari. Menurut informasi tersebut, berapa uang pesangon, penghargaan, dan penggantian hak yang harus diterima Bp. Sarwono?
Alasan PHK Bp. Sarwono adalah dikarenakan perusahaan melakukan efisiensi. Seperti yang  dijelaskan pada bagan tabel sebelumnya, maka Bp. Sarwono berhak atas uang pesangon sebanyak 2 kali upah/bulan, uang penghargaan masa kerja 1 kali upah/bulan dan uang penggantian hak.
Total uang pesangon yang diterima Bp. Sarwono untuk masa kerja 14 tahun adalah :
·         Uang pesangon : 2 x pasal 156 ayat 2 = 2 x 9 bulan = 18 bulan
·         Uang penghargaan masa kerja : 1 x pasal 156 ayat 3 = 1 x 5 bulan = 5 bulan
·         Uang penggantian hak : 15% (a+b) + sisa cuti 7 hari belum diambil.
Sesuai ketentuan, untuk menghitung pesangon adalah upah pokok ditambah tunjangan tetap : Rp. 2.400.000  + (Rp. 400.000  + Rp. 400.000) = Rp. 3.200.000
Jadi, uang pesangon 18 bulan = 18 x Rp. 3.200.000  = Rp.57.600.000
Uang penghargaan masa kerja 5 bulan = 5 x Rp. 3.200.000 = Rp. 16.000.000
Uang penggantian hak = 15% (18+5) =15% x 23 x Rp. 3.200.000 = Rp. 11.040.000
Sisa cuti 7 hati yang belum diambil = Rp. 3.200.000 : 30 hari x 7 hari = Rp. 746.000
Maka total uang yang diterima oleh Bp. Sarwono adalah sebesar :
a + b + c + sisa cuti = Rp. 57.600.000 + Rp.16.000.000  + Rp.11.040.000 + Rp. 746.600 = Rp. 85.386.600

Apakah peraturan mengatur mengenai jangka waktu pengunduran diri?
Dalam Pasal 162 ayat (3) Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan diatur mengenai syarat bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah:
a)      mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b)      tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c)      tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Syarat pengunduran diri pekerja ini juga dapat dilihat dalam Pasal 26 ayat (2) Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya yang berbunyi:
a)      pekerja/buruh mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis dengan disertai alasannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b)      pekerja/buruh tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
c)      pekerja/buruh tidak terikat dalam Ikatan dinas.
Dalam waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri (tanggal terakhir bekerja), pengusaha harus memberikan jawaban atas permohonan pengunduran diri tersebut. Dan dalam hal pengusaha tidak memberi jawaban dalam batas waktu 14 hari, maka pengusaha dianggap telah menyetujui pengunduran diri secara baik tersebut (Pasal 26 ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).
Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat bahwa hukum ketenagakerjaan Indonesia menetapkan permohonan pengunduran diri paling lambat/setidaknya harus sudah diajukan 30 hari atau sering dikenal dengan “one month notice” sebelum tanggal pengunduran diri/tanggal terakhir bekerja. Sehingga, UUK maupun Kepmenakertrans tidak menetapkan batas maksimal permohonan pengunduran diri diajukan tapi justru menetapkan paling lambat 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri.
Apa syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri secara sukarela?
Pasal 162 ayat [3] UU No.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa syarat dan ketentuan untuk melakukan pengunduran diri adalah :
1.      Permohonan disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum off (tidak lagi aktif bekerja). Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mencari pengganti yang baru dan/atau melakukan transfer of knowledge bagi karyawan baru (pengganti);
2.      Tidak ada sangkutan “ikatan dinas”;
3.      Harus tetap bekerja sampai hari yang ditentukan (maksimal 30 hari).
Apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak mendapatkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan?
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai “hak pesangon” bagi pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela. Hak pesangon yang dimaksud disini adalah uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Namun, bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri hanya berhak atas Uang Penggantian Hak (Pasal 162 ayat (1) UU No.13/2003).
Berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No.13/2003, Uang Penggantian Hak meliputi:
1.      Hak cuti tahunan yang belum diambil (belum gugur) saat timbulnya di masa tahun berjalan, perhitungannya: 1/25 x (upah pokok + tunjangan tetap) x sisa masa cuti yang belum diambil.
2.      Biaya ongkos pulang ke tempat (kota) di mana diterima pada awal kerja (beserta keluarga).
3.      Uang penggantian perumahan/pengobatan 15%* dari UP dan UPMK (berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada para Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan No. 600/MEN/SJ-HK/VIII/2005 tanggal 31 Agustus 2005).
*Catatan: Uang ini tidak didapatkan bagi yang resign (mengundurkan diri secara sukarela), karena faktor perkaliannya (yakni Uang pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja) nihil. Sehingga: 15% x nihil = nol.
1.      Hal-hal lain yang timbul dari perjanjian (baik dalam perjanjian kerja, dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama), seperti bonus, insentif dan lain-lain yang memenuhi syarat.
Hak Penggantian Hak di atas hanya dapat diperoleh jika syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri (resign) dipatuhi dan/atau dipenuhi. Maksudnya hak atas Uang Penggantian Hak hanya dapat diberikan jika syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri sudah dijalankan sesuai ketentuan. Walaupun pengusaha dapat melepaskan haknya jika pekerja menyimpang dari ketentuan dimaksud, khususnya mengenai jangka waktu 30 hari sebelum benar-benar off (tidak lagi aktif bekerja) atau melepaskan haknya atas ikatan dinas.


1.      Proses Pemberhentian
·         Proses pemberhentian karyawan harus menurut prosedur sebagai berikut :
1.      Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan
2.      Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
·         Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), seperti yang tercantum dalam pasal 155 UU No 13 ayat 3 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu: “Pengusaha dapat melakukan penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap membayarkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh”
·         Pasal 155 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan kewajibannya“
·         Apabilasudahditetapkanmakahakpekerja (kompensasi) harusdiselesaikan.
·         Kompensasi PHK menurut UU Ketenagakerjaanterdiridariuangpesangon, uangpenghargaanmasakerja, danuangpenggantianhak.
1.      Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Terkait pesangon yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya yang di PHK, setiap perusahaan memiliki aturan tersendiri. Disini akan diberikan beberapa ketentuan uang pesangon yang diberikan perusashaan kepada karyawan yang di PHK.
—     x< 1 tahun = 1 bulanupah
—     1 tahun<x<2 tahun = 2 bulanupah
—     2 tahun<x<3 tahun = 3 bulanupah
—     3 tahun<x<4 tahun = 4 bulanupah
—     4 tahun<x<5 tahun = 5 bulanupah
—     5 tahun<x<6 tahun = 6 bulanupah
—     6 tahun<x<7 tahun = 7 bulanupah
—     7 tahun<x<8 tahun = 8 bulanupah
—     x<8 tahun = 9 bulanupah
Selain uang pesangon, terdapat pula ketentuan terkait uang penghargaan masa kerja sebagai berikut :
—     3 tahun<x<6 tahun= 2 bulanupah
—     6 tahun<x<9 tahun = 3 bulanupah
—     9 tahun<x<12 tahun = 4 bulanupah
—     12 tahun<x<15 tahun = 5 bulanupah
—     15 tahun<x<18 tahun = 6 bulanupah
—     18 tahun<x<21 tahun = 7 bulanupah
—     21 tahun<x<24 tahun = 8 bulanupah
—     x<24 tahun = 10 bulanupah
1.      Uang Penggantian Hak
Uang penggantian hak adalah merupakan biaya yang harus diberiakan perusahaan pada karyawan terkait hal-hal sebagai berikut :
·         Cutitahunan yang belumdiambildanbelumgugur
·         Biayaatauongkospulanguntukpekerjadankeluarganyaketempatdimanapekerjaditerimabekerja
·         Penggantianperumahansertapengobatandanperawatanditetapkan 15% dariuangpesangondanatauuangpenghargaanmasakerjabagi yang memenuhisyarat
·         Hal-hal lain yang ditetapkandalamPerjanjianKerja, Peraturan Perusahaan


III.        KESIMPULAN


Daftar Pustaka
https://anggaraniintan.wordpress.com/2014/01/06/makalah-pemutusan-hubungan-kerja/


[1] Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis, Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 289
[2] Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis, Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 287
[3] Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, CAPS Yogyakarta, 2012, Cet. 1 h. 131
[4] Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar Maju, Jakarta, 2009, h.
[5] Mutiara S.  Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.121
[6] Joko Rahardjo, Paradigma Baru  Manajemen Sumber Daya Manusia, Platinum, Januari, 2013 Cet. 1, h. 150
[7] Mutiara S.  Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.122

1 komentar: