MAKALAH
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
(PHK)
Oleh :
NUR AJIZAH
TAMAMI
TUNISYA FEBY SAFITRI
Jurusan :
EKONOMI BISNIS SYARIAH
Dosen Pengampu :
FAIZIN, S.Sos.I, M.Kesos.
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM BAKTI NEGARA
SLAWI - TEGAL- JAWA TENGAH
2016
REKRUTMEN
DAN SELEKSI
I.
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Setiap
orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.
Untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan melakukan
pekerjaan. Bekerja dapat dilakukan secara sendiri maupun bekerja pada orang
lain. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja
antara pekerja dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan ke
dalam suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja
tersebut memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan
pengusahanya seperti pendapatan upah/ gaji dan keselamatan kerja.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang
paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif
bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya
waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan
permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena
antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat
berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya
mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.
Berbeda
halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak
yaitu oleh pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan penghasilan dan
memenuhi kebutuhan hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK yang
tidak disangka-sangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan
politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian
yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja
berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak
terencana. Namun, mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan
bahwa mereka harus menjalani PHK.
Dalam
menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan yaitu
pengusaha dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan PHK, terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa
mendapatkan apa yang menjadi hak mereka setelah di PHK.
b.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini
antara lain :
1. Mengetahui
konsep dasar dan tujuan pemutusan hubungan kerja
2. Mengetahui
beberapa sebab pemutusan hubungan kerja, dan
3. Mengetahui
beberapa hak pekerja/karyawan setelah di PHK
c.
Ruang Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan makalah ini adalah
sekitar konsep, tujuan, sebab dan hak pekerja yang di PHK.
II. PEMBAHASAN
a. Pengertian PHK
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
stilah
pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan
pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun
memberikan pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993),
pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke
masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah
pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi
(perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu
perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada
hubungan lagi.
b. Konsep dasar PHK
Pemutusan
hubungan kerja tidak dapat dilaksanakan begitu saja oleh perusahaan, melainkan
harus mendapat perhatian yang serius dari pimpinan perusahaan. Hal itu
dikarenakan PHK telah diatur oleh undang-undang dan memberikan risiko bagi
perusahaan maupun untuk karyawan yang bersangkutan. Sehingga perusahaan harus
menggunakan banyak pertimbangan untuk melakukan PHK pada karyawannya. Menurut Tulus (1993)perusahaan harus melakukan
hal sebagai berikut terkait dilakukannya PHK :
·
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu
yang timbul akibat dilakukannya tindakan pemutusan hubungan kerja
·
Menjamin agar karyawan yang dikembalikan
ke masyarakat harus berada dalam kondisi sebaik mungkin.
c. Tujuan PHK
Tujuan Pemutusan
Hubungan Kerja memiliki kaitan yang erat dengan alasan Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK), namun tujuan lebih menitikberatkan pada jalannya perusahaan (pihak
pengusaha). Maka tujuan PHK diantaranya:
1.
Perusahaan/ pengusaha bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan dengan
baik dan efektif salah satunya dengan PHK.
2.
Pengurangan buruh dapat diakibatkan karena faktor dari luar seperti kesulitan
penjualan dan mendapatkan kredit, tidak adanya pesanan, tidak adanya bahan baku
produktif, menurunnya permintaan, kekurangan bahan bakar atau listrik,
kebijaksanaan pemerintah dan meningkatnya persaingan.
Tujuan lain
pemberhentian yakni agar dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan dan
tidak menimbulkan masalah baru dengan memperhatikan tiga faktor penting, yaitu
faktor kontradiktif, faktor kebutuhan, dan faktor sosial.[1]
d. Sebab-sebab PHK
Pasal 153 ayat 1
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan Pengusaha dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja dengan alasan :
1. Pekerja/buruh
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus,
2. Pekerja/buruh
berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban terhadap negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
3. Pekerja/buruh
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4. Pekerja/buruh
menikah,
5. Pekerja/buruh
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,
6. Pekerja/buruh
mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,
7. Pekerja/buruh
mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama,
8. Pekerja/buruh
yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha
yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9. Karena
perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan,
10. Pekerja/buruh
dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan
kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya
belum dapat dipastikan.
Pemutusan
hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud di atas batal
demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan. (Husni, 2010)
Prinsip-prinsip
dalam pemutusan hubungan kerja adalah mengenai alasan dan mekanisme pemutusan
hubungan kerja.
Maka alasan
pemutusan hubungna kerja (PHK) antara lain sebagai berikut:
1.
Undang-Undang
Undang-undang
dapat menyebabkan seseorang harus berhenti seperti karyawan WNA yang sudah
habis izinnya.
2.
Keinginan Perusahaan
Perusahaan dapat
memberhentikan karyawan secara hormat ataupun tidak apabila karyawan melakukan
kesalahan besar
3.
Keinginan karyawan
Buruh dapat
memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu karena alasan mendesak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
4.
Pensiun
Ketika seseorang
telah mencapai batas usia tertentu sesuai dengan peraturan perusahaan yang
disepakati.
5.
Kontrak kerja berakhir
6.
Kesehatan karyawan
Kesehatan
karyawan dapat dijadikan alasan pemberhentian karyawan. Ini bisa berdasarkan
keinginan perusahaan atau keinginan karyawan yang juga telah diatur berdasarkan
perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.
7.
Meninggal dunia
8.
Perusahaan dilikuidisasi
Karyawan dilepas
jika perusahaan dilikuidisasi atau ditutup karena bangkrut.[2]
D.
Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut
Mangkuprawira Pemutusan Hubungan kerja (PHK) ada 2 Jenis, yaitu pemutusan
hubungan kerja sementara dan pemutusan hubungan kerja permanen.[3]
1.
Pemutusan Hubungan Kerja Sementara, yaitu sementara tidak bekerja dan
pemberhentian sementara.
·
Sementara tidak bekerja
Terkadang para
karyawan butuh untuk meningglakan pekerjaan mereka sementara. Alasannya
bermacam-macam dapat berupa kesehatan, keluarga, melanjutkan pendidikan
rekreasi dan lain sebagainya. Keadaan ini disebut juga dengan cutipendek atau
cuti panjang namun karyawan tersebut masih memiliki ikatan dengan perusahaan
dan memiliki aturan masing-masing.
·
Pemberhentian sementara
Berbeda dengan
sementara tidak bekerja pembertihan sementara memiliki alasan internal
perusahaan, yaitu karena alasan ekonomi dan bisnis, misalnya kondisi moneter
dan krisis ekonomi menyebabkan perusahaan mengalami chaos atau karena
siklus bisnis. Pemberhentian sementara dapat meminimumkan di beberapa
perusahaan melalui perencanaan sumber daya manusia yang hati-hati dan teliti.
2.
Pemutusan Hubungan Kerja Permanen, ada tiga jenis yaitu atrisi, terminasi dan
kematian.
·
Atrisi atau pemberhentian tetap seseorang dari perusahaan secara tetap karena
alasan pengunduran diri, pensiun, atau meninggal. Fenomena ini diawali ileh
pekerja individual, bukan oleh perusahaan. Dalam perencanaan sumber daya
manusia, perusahaan lebih menekannkan pada atrisi daripada pemberhentian
sementara karena proses perencanaan ini mencoba memproyeksikan kebutuhan
karyawan di masa depan.
·
Terminasi adalah istilah luas yang mencakup perpisahan permanen karyawan dari
perusahaan karena alasan tertentu. Biasnya istilah ini mengandung arti orang
yang dipecat dari perusahaan karena faktor kedisiplinan. Ketika orang dipecat
karena alasan bisnis dan ekonomi. Untuk mengurangi terminasi karena kinerja
yang buruk maka pelatihan dan pengembangan karyawan merupakan salah satu cara
yang dapat ditempuh karena dapat mengajari karyawan bagaimana adapat bekerja
dengan sukses.
·
Kematian dalam pengertian pada karyawan usia muda berarti kehilangan besar bagi
perusahaan, karena terkait dengan investasi yang dikeluarkan dalam bentuk
penarikan tenaga kerja, seleksi, orientasi, dan pelatihan.
Menurut
Sedarmayanti Jenis Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) ada 2 jenis, yaitu:
1.
Permberhentian Sementara biasanya terjadi pada karyawan tidak tetap yang
hubungan kerjanya bersifat tidak tetap, perusahaan yang bergerak pada produk
musiman, Karyawan yang dikenakan tahanan sementara oleh yang berwajibkarena
disangkatelah berbuat tindak pidana kejahatan.
2.
Pemberhentian Permanen sering disebut pemberhentian, yaitu terputusnya ikatan
kerja antara karyawan dengan perusahaan tempat bekerja. [4]
Kemudian menurut
Mutiara S. Panggabean Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ada 4 Jenis,
diantaranya:[5]
1.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas kehendak sendiri (Voluntary turnover)
hal ini terjadi jika karyawan yang memutuskan untuk berhenti dengan alasan
pribadi.
2.
Pemberhentian Karyawan karena habis masa kontrak atau karena tidak dibutuhkan
lagi oleh organisasi (Lay Off).
3.
Pemberhentian karena sudah mencapai umur pensiun (Retirement).
Saat berhenti biasanya antara usia 60 sampai 65 tahun.
4.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas kehendak pengusaha. Dalam hal ini
pengusaha mmutuskan hubungan kerja dengan pekerja mungkin disebabkan adanya
pengurangan aktivitas atau kelalian pegawai atau pelanggaran disiplin yang
dilakukan pekerja.
Melalui dua
sumber tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis Pemberhentian hubungan kerja
(PHK) adalah:
a.
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Sementara.
PHK sementara
dapat disebabkan karena keinginan sendiri ataupun karena perusahaan dengan
tujuan yang jelas.
b.
Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) Permanen.
PHK permanen
dapat disebabkan 4 hal, yaitu
·
Keinginan sendiri
·
Kontrak yang Habis
·
Pensiun
·
Kehendak Perusahaan
Permberhentian
Hubungan Kerja (PHK) oleh perusahaan harus dilakukan dengan baik dan sesuai
dengan regulasi pemerintah yang masih diberlakukan. Namun karena terkadang
pemberhentian terkadang terjadi akibat konflik yang tak terselesaikan maka
menurut Umar (2004) pemecatan secara terpaksa harus sesuai dengan prosedur
sebagai berikut:[6]
a.
Musyawarah karyawan dengan pimpinan perusahaan.
b.
Musyawarah pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan.
c.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4D.
d.
Musyawarah pimpinan serikat buruh, pimpinan perusahaan dan wakil dari P4P.
e.
Pemutusan hubungan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
Kemudian menurut
Mutiara S. Panggabean Proses Pemberhentian hubungan kerja jika sudah tidak
dapat dihindari maka cara yang diatur telah diatur dalam Undang-undang No.12
tahun 1964. Perusahaan yang ingin memutuskan hubungan kerja harus mendapatkan
izin dari P4D (Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah) dan jika ingin
memutuskan hubungan kerja dengan lebih dari sembilan karyawan maka harus dapat
izin dari P4P (Panitia Penyelesaian Perburuhan Pusat) selama izin belum
didapatkan maka perusahaan tidak dapat memutuskan hubungan kerja dengan
karyawan dan harus menjalankan kewajibannya.
Namun sebelum
pemberhentian hubungan kerja harus berusaha untuk meningkatkan efisiensi
dengan:
·
Mengurangi shift kerja
·
Menghapuskan kerja lembur
·
Mengurangi jam kerja
·
Mempercepat pensiun
·
Meliburkan atau merumahkan karyawan secara bergilir untuk sementara[7]
e. Hak pekerja setelah di PHK
Bagaimana
perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?
Perhitungan
uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat 2 Undang – Undang no.
13 tahun 2003 adalah :
·
masa kerja kurang dari 1 tahun = 1
bulan upah
·
masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
·
masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
·
masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
·
masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
·
masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
·
masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah
·
masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah
·
masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan
upah
Bagaimana
perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?
Perhitungan
uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang – Undang no. 13 tahun 2003
sebagai berikut :
·
masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
·
masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
·
masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
·
masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
·
masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
·
masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
·
masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi
kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
·
masa kerja 24 tahun atau lebih = 10
bulan upah.
Apa
saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi
PHK?
Uang
penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU No.13/2003 :
·
Cuti tahunan yang belum diambil dan
belum gugur;
·
Biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima
bekerja
·
Penggantian perumahan serta pengobatan
dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa
kerja bagi yang memenuhi syarat
·
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama
Apa
saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang pesangon dan uang
penghargaan?
Komponen
upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda,
terdiri atas :
·
upah pokok
·
segala macam bentuk tunjangan yang
bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga
pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang
apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap
selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.
Berapa
banyak uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah
yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK?
Untuk
memudahkan, berikut adalah tabel banyaknya uang pesangon, uang penghargaan,
uang penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan
PHK :
Jenis
PHK
|
Uang
Pesangon (X Gaji per bulan)
|
Uang
Penghargaan (X Gaji per bulan)
|
Uang
Penggantian Hak (X Gaji per bulan)
|
Uang
Pisah (X Gaji per bulan)
|
Pengunduran
diri secara baik-baik
|
|
|
1X
|
|
Pengunduran
diri mengikuti prosedur 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri
|
|
|
1X
|
1X
|
Berakhirnya
kontrak kerja waktu tertentu untuk pertama kali
|
|
|
1X
|
|
Pekerja
Mencapai Usia Pensiun Normal
|
2X
|
1X
|
1X
|
|
Pekerja
Meninggal Dunia
|
2X
|
1X
|
1X
|
|
Pekerja
Melakukan Kesalahan Berat
|
|
|
1X
|
1X
|
Pekerja
Melakukan Pelanggaran Ringan
|
1X
|
1X
|
1X
|
|
Perubahan
Status, Penggabungan, Peleburan & Pekerja Tidak Bersedia
|
1X
|
1X
|
1X
|
|
Perubahan
Status, Penggabungan, Peleburan & Pengusaha Tidak Bersedia
|
2X
|
1X
|
1X
|
|
Perusahaan
Tutup Karena Merugi
|
1X
|
1X
|
1X
|
|
Perusahaan
melakukan efisiensi
|
2X
|
1X
|
1X
|
|
Perusahaan
Pailit
|
1X
|
1X
|
1X
|
|
Pekerja
Mangkir Terus-Menerus
|
|
|
1X
|
1X
|
Pekerja
Sakit Berkepanjangan dan cacat akibat kecelakaan kerja
|
2X
|
2X
|
1X
|
|
Pekerja
ditahan oleh pihak berwajib
|
|
1X
|
1X
|
|
Adakah
contoh kasus untuk memperjelas bagaimana perhitungan uang pesangon, uang
penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah?
Ada.
Contoh kasus : Bp. Sarwono adalah karyawan PT. Makmur Jaya yang bergerak dalam
bidang peralatan kesehatan dengan masa kerja 14 tahun. Dua tahun terakhir
pemesanan terus menurun sehingga perusahaan harus melakukan pengurangan
beberapa karyawannya termasuk Bp. Sarwono. Gaji terakhir yang diterima
Bp. Sarwono adalah Rp. 4.300.000,- dengan perincian sbb
1. Gaji
pokok
: Rp. 2.400.000
2. Tunjangan
Tetap :
o Tunjangan
masa kerja : Rp. 400.000
o Tunjangan
jabatan : Rp.
400.000
3.
Tunjangan Tidak Tetap :
·
Tunjangan makan
: Rp.
550.000
·
Tunjangan
kehadiran : Rp. 550.000
Bp.
Sarwono juga masih memiliki sisa cuti tahunan berbayar yang belum diambil yaitu
sebanyak 7 hari. Menurut informasi tersebut, berapa uang pesangon, penghargaan,
dan penggantian hak yang harus diterima Bp. Sarwono?
Alasan
PHK Bp. Sarwono adalah dikarenakan perusahaan melakukan efisiensi. Seperti
yang dijelaskan pada bagan tabel sebelumnya, maka Bp. Sarwono berhak atas
uang pesangon sebanyak 2 kali upah/bulan, uang penghargaan masa kerja 1 kali
upah/bulan dan uang penggantian hak.
Total
uang pesangon yang diterima Bp. Sarwono untuk masa kerja 14 tahun adalah :
·
Uang pesangon : 2 x pasal 156 ayat 2 = 2
x 9 bulan = 18 bulan
·
Uang penghargaan masa kerja : 1 x pasal
156 ayat 3 = 1 x 5 bulan = 5 bulan
·
Uang penggantian hak : 15% (a+b) + sisa
cuti 7 hari belum diambil.
Sesuai
ketentuan, untuk menghitung pesangon adalah upah pokok ditambah tunjangan tetap
: Rp. 2.400.000 + (Rp. 400.000 + Rp. 400.000) = Rp. 3.200.000
Jadi,
uang pesangon 18 bulan = 18 x Rp. 3.200.000 = Rp.57.600.000
Uang
penghargaan masa kerja 5 bulan = 5 x Rp. 3.200.000 = Rp. 16.000.000
Uang
penggantian hak = 15% (18+5) =15% x 23 x Rp. 3.200.000 = Rp. 11.040.000
Sisa
cuti 7 hati yang belum diambil = Rp. 3.200.000 : 30 hari x 7 hari = Rp. 746.000
Maka
total uang yang diterima oleh Bp. Sarwono adalah sebesar :
a
+ b + c + sisa cuti = Rp. 57.600.000 + Rp.16.000.000 + Rp.11.040.000 +
Rp. 746.600 = Rp. 85.386.600
Apakah
peraturan mengatur mengenai jangka waktu pengunduran diri?
Dalam
Pasal 162 ayat (3) Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan
diatur mengenai syarat bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah:
a)
mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b)
tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c)
tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Syarat
pengunduran diri pekerja ini juga dapat dilihat dalam Pasal 26 ayat (2) Kepmen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No.
150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya yang berbunyi:
a)
pekerja/buruh mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis dengan
disertai alasannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
b)
pekerja/buruh tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran
diri;
c)
pekerja/buruh tidak terikat dalam Ikatan dinas.
Dalam
waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri (tanggal
terakhir bekerja), pengusaha harus memberikan jawaban atas permohonan
pengunduran diri tersebut. Dan dalam hal pengusaha tidak memberi jawaban dalam
batas waktu 14 hari, maka pengusaha dianggap telah menyetujui pengunduran diri
secara baik tersebut (Pasal 26 ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).
Dari
ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat bahwa hukum
ketenagakerjaan Indonesia menetapkan permohonan pengunduran diri paling
lambat/setidaknya harus sudah diajukan 30 hari atau sering dikenal dengan “one
month notice” sebelum tanggal pengunduran diri/tanggal terakhir bekerja.
Sehingga, UUK maupun Kepmenakertrans tidak menetapkan batas maksimal permohonan
pengunduran diri diajukan tapi justru menetapkan paling lambat 30 hari sebelum
tanggal pengunduran diri.
Apa
syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri secara sukarela?
Pasal
162 ayat [3] UU No.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa syarat
dan ketentuan untuk melakukan pengunduran diri adalah :
1. Permohonan
disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum off (tidak lagi
aktif bekerja). Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pengusaha
untuk mencari pengganti yang baru dan/atau melakukan transfer of knowledge bagi
karyawan baru (pengganti);
2. Tidak
ada sangkutan “ikatan dinas”;
3. Harus
tetap bekerja sampai hari yang ditentukan (maksimal 30 hari).
Apakah
pekerja yang mengundurkan diri berhak mendapatkan uang pesangon dan/atau uang
penghargaan?
Dalam
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai “hak
pesangon” bagi pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela. Hak pesangon
yang dimaksud disini adalah uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Namun,
bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri hanya berhak atas
Uang Penggantian Hak (Pasal 162 ayat (1) UU No.13/2003).
Berdasarkan
ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No.13/2003, Uang Penggantian Hak meliputi:
1. Hak
cuti tahunan yang belum diambil (belum gugur) saat timbulnya di masa tahun
berjalan, perhitungannya: 1/25 x (upah pokok + tunjangan tetap) x sisa masa
cuti yang belum diambil.
2. Biaya
ongkos pulang ke tempat (kota) di mana diterima pada awal kerja (beserta
keluarga).
3. Uang
penggantian perumahan/pengobatan 15%* dari UP dan UPMK (berdasarkan Surat
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada para Kepala Dinas yang bertanggung
jawab di bidang Ketenagakerjaan No. 600/MEN/SJ-HK/VIII/2005 tanggal 31 Agustus
2005).
*Catatan:
Uang ini tidak didapatkan bagi yang resign (mengundurkan diri secara sukarela),
karena faktor perkaliannya (yakni Uang pesangon dan Uang Penghargaan Masa
Kerja) nihil. Sehingga: 15% x nihil = nol.
1. Hal-hal
lain yang timbul dari perjanjian (baik dalam perjanjian kerja, dan/atau
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama), seperti bonus, insentif
dan lain-lain yang memenuhi syarat.
Hak
Penggantian Hak di atas hanya dapat diperoleh jika syarat dan ketentuan
mengenai pengunduran diri (resign) dipatuhi dan/atau dipenuhi. Maksudnya hak
atas Uang Penggantian Hak hanya dapat diberikan jika syarat dan ketentuan
mengenai pengunduran diri sudah dijalankan sesuai ketentuan. Walaupun pengusaha
dapat melepaskan haknya jika pekerja menyimpang dari ketentuan dimaksud,
khususnya mengenai jangka waktu 30 hari sebelum benar-benar off (tidak lagi
aktif bekerja) atau melepaskan haknya atas ikatan dinas.
1. Proses
Pemberhentian
·
Proses pemberhentian karyawan harus
menurut prosedur sebagai berikut :
1. Musyawarah
karyawan dengan pimpinan perusahaan
2. Musyawarah
pimpinan serikat buruh dengan pimpinan perusahaan
·
Pengadilan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (PPHI), seperti yang tercantum dalam pasal 155 UU No 13
ayat 3 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu: “Pengusaha dapat melakukan
penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap
membayarkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh”
·
Pasal 155 ayat 2 UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan bahwa “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus
tetap melaksanakan kewajibannya“
·
Apabilasudahditetapkanmakahakpekerja
(kompensasi) harusdiselesaikan.
·
Kompensasi PHK menurut UU
Ketenagakerjaanterdiridariuangpesangon, uangpenghargaanmasakerja,
danuangpenggantianhak.
1. Uang
Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja
Terkait
pesangon yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya yang di PHK, setiap
perusahaan memiliki aturan tersendiri. Disini akan diberikan beberapa ketentuan
uang pesangon yang diberikan perusashaan kepada karyawan yang di PHK.
—
x< 1 tahun = 1 bulanupah
—
1 tahun<x<2 tahun = 2 bulanupah
—
2 tahun<x<3 tahun = 3 bulanupah
—
3 tahun<x<4 tahun = 4 bulanupah
—
4 tahun<x<5 tahun = 5 bulanupah
—
5 tahun<x<6 tahun = 6 bulanupah
—
6 tahun<x<7 tahun = 7 bulanupah
—
7 tahun<x<8 tahun = 8 bulanupah
—
x<8 tahun = 9 bulanupah
Selain
uang pesangon, terdapat pula ketentuan terkait uang penghargaan masa kerja
sebagai berikut :
—
3 tahun<x<6 tahun= 2 bulanupah
—
6 tahun<x<9 tahun = 3 bulanupah
—
9 tahun<x<12 tahun = 4 bulanupah
—
12 tahun<x<15 tahun = 5 bulanupah
—
15 tahun<x<18 tahun = 6 bulanupah
—
18 tahun<x<21 tahun = 7 bulanupah
—
21 tahun<x<24 tahun = 8 bulanupah
—
x<24 tahun = 10 bulanupah
1. Uang
Penggantian Hak
Uang
penggantian hak adalah merupakan biaya yang harus diberiakan perusahaan pada
karyawan terkait hal-hal sebagai berikut :
·
Cutitahunan yang
belumdiambildanbelumgugur
·
Biayaatauongkospulanguntukpekerjadankeluarganyaketempatdimanapekerjaditerimabekerja
·
Penggantianperumahansertapengobatandanperawatanditetapkan
15% dariuangpesangondanatauuangpenghargaanmasakerjabagi yang memenuhisyarat
·
Hal-hal lain yang
ditetapkandalamPerjanjianKerja, Peraturan Perusahaan
III.
KESIMPULAN
Daftar
Pustaka
https://anggaraniintan.wordpress.com/2014/01/06/makalah-pemutusan-hubungan-kerja/
[1]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis,
Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 289
[2]
Suwatno, Manajemen Sumber Daya Manusia dalam OPrganisasi public dan bisnis,
Alfabeta, Bandung, September 2012. Cet.2, h. 287
[3]
Danang Sunyoto, Manajemen Sumber Daya Manusia, CAPS Yogyakarta, 2012, Cet. 1 h.
131
[4]
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Mandar
Maju, Jakarta, 2009, h.
[5]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor
Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.121
[6]
Joko Rahardjo, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Platinum,
Januari, 2013 Cet. 1, h. 150
[7]
Mutiara S. Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ghalia Indah, Bogor
Selatan, Agustus, 2004, Cet. 2, h.122
Thanks ya blognya sangat bermanfaat
BalasHapus